Sebagian besar dari orang Bali pasti pernah mendengar atau pernah menyanyikan Gending Bali - Pupuh Pucung, yaitu: BIBI ANU, syairnya gampang dan mudah dimengerti karena menggunakan padanan kata yang sangat sederhana. lagu ini biasanya dinyanyikan oleh "meme" ataupun "dadong" sambil mengendong bayi agar segera tertidur. Dengan dekapan kasih sayang yang tulus dari ibu dan alunan lembut nyanyian ini, si bayi pun tanpa sadar terlelap didalam alam mimpinya.
tembang bibi anu ini juga dilantunkan saat manusa yadnya, Upacara macolongan, ritual usia anak tiga bulan versi wariga Bali atau 105 hari. Ada upacara melingkari lesung (lambang kehidupan) dengan berbagai sesajen. Ibu sang bayi mula-mula menggendong "anak-anakan", yaitu sebuah simbol anak dibuat dari hati pisang (pusuh dalam bahasa Bali). Sedangkan sang jabang bayi digendong oleh keluarga yang lain. Nah, agar ritual lebih berkesan dan tradisi terus dijaga, maka ada yang menembangkan pupuh Pucung di bawah ini. Sesuaikan kata-katanya, jika bayi itu perempuan sebut "ayu", jika lelaki sebut "bagus".
Bibi Anu
EEEO
Lamun payu luas manjus
EEEEOOIO
Antenge tekekang
IEOOIIA
Yatnain ngaba masui
AAIOIIIA
Tiuk puntul
OOIO
Bawang anggon pasikepan
OOIIAIOI
keterangan untuk notasi gambelan:
U : DUNG,
A : DANG,
I : DING,
O : DONG
E : DENG
Dari cerita orang tua pasti dikatakan ini kidung untuk para wanita yang sedang hamil, dimana untuk menjaga kehamilan dari serangan niskala, wanita hamil hendaknya bila bepergian terutama mandi (ke sungai) diharapkan membawa pisau tumpul, bawang dan mesui.
namun setelah sempat membaca teks aslinya di Gedong Krtya, ternyata kata "yatnain ngaba mesui" aslinya adalah yatnain ngaeb musuhe, sehingga bila direnungkan dega menghubungkan makna gramatikal dan etimologynya, ternyata kidung atau pupuh ini membawa pesan bukan saja untuk orang hamil tetapi pesan bagi semua umat manusia yang mendambakan kedamaian.
Bibi Anu
Bibi (meme, ibu, cening)
Anu (sire je = anu sing tawang)
lamun payu luas manjus
Manjus =mresihin dewek.
Luas manjus, yan ngrereh sane mewasta kesucian
Cening-cening ajak mekejang, sire je cening, yan yakti tulus cening ngreeh sane mewaste kadyatmikan
Antenge tekekang Yatnain ngaba masui
Anteng = wates ring sor lan ring luhur, genahne ing Madhya;
yatna = elingang nyen; masui = meseh;
Mangde cening uning ring sane mewaste sor singgih, elingang nyen kija-keija cening makte meseh, makte satru sane kewastanin sadripu
Kata BIBI ANU menunjuk kepada semua umat manusia, Siapa saja
Bibi anu artinya yen bibihe enu ( speak but not talk) mulut bicara nu ade ne ngugu, kata kata kita ada yg masih percaya sehingga masih ada yg denger.
‘Bibi’ adalah saudara perempuan dari bapak ataupun ibu,
dan kata “Bibi” mengandung sifat feminim yaitu seorang perempuan/Ibu, seorang perempuan/ibu adalah merupakan sumber dari keberadaan kita didunia ini, tanpa seorang ibu maka kita tak mungkin ada. Maka bagi kita yang menganut adat ketimuran meletakkan seorang perempuan sebagai segala-galanya, dan yang patut mendapatkan penghormatan yang pertama setelah Hyang Widhi dan para Dewa,
jadi betapa mulianya martabat seorang perempuan dimata kita dan merupakan sosok yang selalu kita cari atau yang selalu kita inginkan selalu berada dekat dengan kita (kalau tidak percaya suruh istri anda pergi seminggu saja pasti rumah anda akan kacau dan saya yakin pasti seperti perahu pecah). Demikian hebatnya pesona seorang perempuan/Ibu.
Sebenarnya kita tidak perlu mempermasalahkan Gender karena secara apriori kita telah menempatkan perempuan/Ibu pada tempat yang paling mulia, dan betapa kita semua menjaga perempuan/ibu itu dengan segala galanya bila perlu nyawa taruhannya, dapat dilihat betapa seorang remaja yang sedang berjalan dengan kekasihnya (perempuan/cewek) boro-boro ceweknya disenggol orang lain baru dilirik aja kadang udah marah.
Demikian hormatnya kita sama perempuan/Ibu sehingga kita melindunginya dengan taruhan nyawa sekalipun itu karena seorang perempuan/Ibu adalah sumber segalanya bagi kita, makanya seoarang perempuan/Ibu harus mampu mempertahankan kesucian dan kehormatannya dan mampu memberikan kenyamanan di dalam rumah tangga Perempuan Yang Utama dan jangan Jadi sampah masyarakat). Jadi Perempuan / Ibu itu adalah sebagai sumber atau cikal bakal keberadaan di dunia ini.
“Anu” artinya sesuatu yang tidak diketahui atau sesuatu yang tanpa nama, apa yang tidak diketahui dan apa yang tidak punya nama itu tidak lain adalah “Ilmu Pengetahuan”
Karena tidak diketahulah maka kita mempelajarinya yang tidak akan pernah habis walaupun dipelajari oleh semua mahluk di dunia ini dari lahir sampai matinya, tidak mempunyai nama maka kita memberikannya nama ada IPA, IPS, Matematika dan sebagainya, namun nama itupun tidak akan mampu mencangkup seluruh ilmu itu karena banyak yang belum bisa kita berikan namanya. Begitulah luasnya yang namanya “Ilmu Pengetahuan” iti, maka rugilah kita menyia-nyiakan waktu belajar kita untuk hal-hal yang tidak penting, pesan utama dari kata anu itu adalah tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya.
Jadi “Bibi Anu” mengandung makna sebagai sumber pengetahuan
lamun payu luas mandus
yang ingin membersihkan atau mensucikan diri (luas mandus)
kata Mandus/Mandi mengandung arti kalau mau mencari kesucian, Mandi = untuk bersih/suci.
lamun payu luas maan-dus (atau ma-andus artinya kalo kita bener-bener mau (lamun payu,)
Lamun artinya jikalau,
payu artinya jadi atau ingin,
luwas artinya pergi atau ketempat lain
maan artinya dapetin apa yg kita mau
luas maan = luas artinya dibali usaha,
"dus" artinya bisa dapurnya ngebul ato basa balinya mekedus antenge tekekang artinya rajin disiplin, konsisten
mandus berasal dari kata me+andus yang artinya mengeluarkan asap atau menyebar.
Makna dari kalimat “Lamun payu luwas mandus” adalah bila kita mempunyai keinginan agar dikenal atau menyebar atau diketahui oleh orang diluar kita maka kita harus senantiasa belajar dan mengejar ilmu itu, apapun bentuknya,apapun namanya, 0leh karena ilmulah orang akan dihormati dan dikenal oleh orang lain.
Pesan utamanya kepada generasi muda adalah kejarlah ilmu dan jangan pernah merasa bisa atau sudah tahu karena banyak atau lebih banyak hal-hal diluar kita yang tidak kita ketahui dan jangan pernah merasa terlambat karena ilmu itu tidak akan pernah habisnya.
antenge tekekang
Anteng = rajin, tekek = erat/kuat, orang yang mau mencari kesucian harus Rajin/ Sadhana/ disiplin tinggi.
satu hal yang sangat penting adalah tekun dan rajin (anteng) yang hendaknya selalu menjadi laksana dan lakumu
anteng sendiri artinya sabuk, ikat pinggang. bisa juga diartikan dengan rajin
tekekang artinya kencangkan
maka kata antenge tekekang artinya pelihara dan pegang eratlah rajin itu atau bersungguh-sungguhlah dalam mengejar ilmu singkirkan dulu hal-hal yang tidak penting dan kejarlah ilmu itu dengan segala usaha sekalipun harus dengan mengencangkan ikat pinggang sekalipun, maksudnya biaya/usaha yang lain boleh tidak diperhatikan tapi biaya/usaha untuk menuntut ilmu harus ada apapun caranya
yatnain ngaba mesui
waspadalah terhadap musuh
(dalam hal ini mungkin musuh yang ada dalam diri kita, seperti: sad ripu, sad atatayi, dan lain sebagainya)
yatnain ngaba masui maksudanya hati-hati ngabe musuhe diawak ( yang bernama sad ripu) hati-hati pula terhadap musuh di luar diri kita, karena Rwabhineda tidak bisa dihindari di mana ada kawan pasti ada musuh.
harus berhati hati dan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya (yatnain) karena pasti akan ada banyak rintangan dan godaan (mesui biasanya dipakai agar terhindar dari bahaya).
hati hatilah membawa masui itu secara harafiah sebenarnya kata masui itu berasal dari “masuitra” yang artinya berteman.
Jadi kita disuruh berhati-hati didalam berteman atau bergaul karena tidak semua teman mempunyai tujuan baik, maka bergaullah dengan orang-orang yang kita rasa orangnya baik. Karena tidak sedikit terutama kaum muda yang salah pergaulan dan terjerumus didalam permasalahan, oleh karena itulah kita harus bias/pandai memilih dan memilah teman kita.
tiyuk puntul
tiyuk bermakna senjata yang tanjam dan puntul = tumpul, artinya kecerdasan dan kepinteran jangan dipakai untuk membodohi, menipu orang lain
tiuk puntul artinya bila kita punya musuh untuk menghadapinya jangan sekali sekali pakai kekerasan, seperti menjadikan pedang/ senjatamu tumpul (karena bila memakai kekerasan hanya dua akibatnya, masuk UGD ato masuk Bui)
betapapun banyaknya kekuranganmu atau kalau dicari pengandaian yaitu bagaikan pisau yang tumpul (tiyuk puntul),
Tiyuk artinya pisau yang dapat diibaratkan pikiran manusia,
puntul berarti tumpul/ketul.
Kita ini adalah orang bodoh dan betapa bodohnya kita sehingga kita terseret persoalan demi persoalan dan alangkah bodohnya kita karena kita merasa diri paling baik, paling pintar, paling benar dan sebagainya, keluarlah dan pandanglah dunia yang sangat luas ini dan berkacalah pada air agar kita tidak merasa sombong lagi dan hilangkanlah kebodohan ini agar kita tahu siapa sebenarnya diri kita ini. Alangkah bodohnya kita kalau kita tidak memanfaatkan kesempatan untuk belajar ini secara bersungguh-sungguh. Maka kata orang bijak lebih baik terlambat dari pada tidak (Cuma kalau bayar rekening telat pasti denda).
bawang anggen sesikepan
bawang memiliki pengaruh dingin, artinya kebijaksanaan, welas asih dan kasih sayanglah yang harus dijadikan landasan untuk semua kegiatan
Bawang yang dimaksud disini bukan bawang merah ataupun bawang putih akan tetapi yang dimaksud adalah “Bawa” atau “Kewibawaan”. pengaruh itulah di jadikan senjata agar menang tanpa ngarosake ( menang tak merasa memenangkan) agar terhindar dari lingkaran setan menang kalah.
pasikepan artinya pegangan (jawa gaman).
maka gunakan atau ingatlah sebuah perumpamaan (angge sesikepan) si bawang dimana engkau terdiri dari berbagai lapis demi lapis. Singkapkanlah dengan tekun lapisan lapisan itu sehingga engkau menuju Inti dari semuanya. Semakin engkau berjalan kedalam maka semakin halus, semakin bersih dan semakin sempurna dirimu untuk menuju kemanunggalan.
Kita boleh dibilang minoritas, boleh dibilang kere, boleh dibilang bodoh, dibilang pengecut dan sebagainya akan tetapi kita harus punya yang namanya “Kewibawaan”, untuk mendapatkan kewibawaan tersebut kita harus rajin belajar dan senantiasa sikap dan tingkah laku kita didasari oleh yang namanya Dharma yaitu gama bali (hindu). Maka tanpa disuruhpun orang akan menghormati kita.
Simbul "Bibi" pada baris pertama, dimaksudkan untuk mereka pengemban fungsi Brahmana (menjaga luhurnya peradaban) yang mana dalam keseharian rumah tangga lebih banyak dilaksanakan oleh para Ibu kaum per"EMPU"an, yang dengan penuh tanggung jawab "Ngempu" kehidupan keluarga lewat yadnya, keteduhan rasa sayang, kesabaran dan ketulusan Cinta Kasih.
Kebulatan tekad untuk melakukan "yadnya" juga sering membangkitkan "keberanian" yang luar biasa bagi seorang Ibu yang bersedia mengalirkan seluruh air matanya demi sang anak untuk memberikan susu, pengorbanan, elusan, kesiapan hidup-mati dan lain-lain hanya bisa diberikan oleh seorang ibu, yang menjadi bernilai "Utama"/Agung", sehingga pada kaum per"EMPU"an ini juga dipersembahkan sebuah gelar kehormatan "WaniTa" (Wani=keberanian, Ta=Utama).
Makna yang dengan sempurna dititipkan dalam frasa "Luas Manjus" berfungsi sebagai penjaga peradaban (keutamaan hidup) itulah maka mereka diharapkan senantiasa melakukan ziarah spiritual untuk Penyucian diri (Tirtha Yatra). Sebuah Tirtha yatra akan sungguh menjadi upaya penjernihan jika dilakukan dengan kemampuan mawas diri secara terus menerus. Sikap mawas diri berarti kemampuan untuk menciptakan ruang kontemplasi pada seluruh bangun aktifitas dan lingkup kehidupan kita.
Maka benar uangkapan pada baris berikutnya yang mengingatkan kita untuk "nekekang anteng" menjada sikap dan indria namun sekaligus juga waspada/awas pada segala fenomena, media dimana sebuah kontemplasi bisa terlaksana, lagi-lagi sebuah pesan yang terkemas apik pada ungkapan "yatnain ngabe masui".
Sadar akan kekurangan diri terutama dibidang ke"adnyanaan", ketumpulan rasa, keterbelengguan duniawi, dan keterbatasn hidup lainnya di satu sisi dan tuntutan untuk senantiasa menjadi penjaga gerbang peradaban manusia di sisi lain, maka upaya mengasah diri menuju tercainya "Pencerahan"/"Sunya" haruslah dilakukan. Perjalanan panjang mengurai makna hidup sesungguhnya akan mengantarkan kita pada tingkat "kepolosan total" yang juga berarti "Sunya" tanpa ikatan material, tanpa kesumpekan ambisi, sifat angkara lainnya. Lakukanlah Tirtha yatra itu seperti kita mengupas bawang, selapis demi selapis sampai akhirnya kita sampai pada inti yang justru "sunya" dari segala keinginan, bebas dari rasa suka maupun duka, Moksah yang sesungguhnya. Pesan terakhir ini tersimpan rapi pada baris penutup Sucita Subidi diatas.
Wahai pemuda dan pemudi (bibi anu),
jika dirimu mencari kesujatian diri (lamun payu luas mandus).
Maka kerja keras dan disiplin lah (antenge tekekang),
jika kamu kerja keras dalam bekerja maka kelak dirimu sejahtera (Mas).
Jika kamu kerja keras dalam menimba ilmu maka kelak dirimu pintar (Sui).
Jika kamu sejahtera dan pintar, maka pintar-pintarlah membawa lidah (tiuk puntul) sebagai wibawamu (bawang) itulah sebagai bekal dalam mengarungi kehidupanmu (pasikepan)
Sehingga dapat dipahami bahwa kidung BIBI ANU ini mengajak kita ketika ingin mencari kesucian yang hakiki, kita harus memiliki sadhana yang tinggi. Selalu waspada terhadap musuh yang ada di dalam diri kita yang setiap saat dapat menggoda kita, Kemajuan spiritual yang telah diraih jangan dipakai membodohi orang lain tapi dipakai untuk melindungi, melayani. Dan dalam berinteraksi dengan yang lain sikap welas asih dan kasih sayang harus menjadi dasarnya.
lagu bali ini juga mengajarkan agar selalu mawas diri dan senantiasa menyucikan diri, dunia ini luas dan jangan sampai terpengaruh hal-hal yang buruk
Mengingat begitu dalam makna lagu bali tersebut dan berisi petuah yang sangat tinggi, maka selayaknya lagu tersebut dinyanyikan untuk anak-anak pada masa awal perkembangannya di dunia ini. Mungkin sang bayi kecil belum bisa memahami kata kata dalam lagu tesebut tetapi ia akan mampu menagkap makna di balik lagu tersebut. Hal ini sesuai dengan ilmu modern dimana dipercaya bahwa bayi semasih di dalam kandunganpun sudah mampu menangkap getaran-getaran suara dari luar. Maka para orang tua disarankan untuk memperdengarkan musik klasik untuk bayi yang ada di dalam kandungan. Apalagi setelah si bayi keluar maka mereka juga diharapkan bisa menagkap getaran atau nasehat yang disampaikan dalam lagu tersebut.
Luar biasa, dari sebuah lagu pendek yang sederhana tetua Bali telah memberikan sebuah ajaran mulia untuk menuntun kita dalam menjalani kehidupan ini. Terlebih lagi kita sudah diajarkan sejak usia yang begitu dini. Sebuah cara pendidkan yang sanagt halus dan mendalam. Hebatnya leluhur kita orang Bali, yang selalu bisa memberikan nasihat bahkan menyelipkannya di tembang bali.