Bhagawad Gita Bab 18
Bhagawad Gita Bab 18
Arjuna bertanya:
Wahai Kṛṣṇa, aku ingin tahu kebenaran tentang saṁnyās, dan tyāga; dan perbedaan di antaranya..
Śrī Bhagavān bersabda:
Para Resi menjelaskan saṁnyās sebagai pelepasan diri dari segala perbuatan yang termotivasi oleh keinginan untuk meraih imbalan, memperoleh sesuatu; dan, tyāga, sebagaimana dijelaskan oleh para bijak, adalah menyerahkan, melepaskan segala pahala, seluruh hasil dari setiap perbuatan. Sebagian bijak mengatakan bahwa tiada satu pun perbuatan yang sempurna, ada saja titik-titik ketidaksempurnaan (noda kejahatan dan dosa-kekhilafan) di balik setiap perbuatan. Oleh karenanya, pelepasan sempurna adalah bebas dari segala perbuatan. Namun, ada juga yang menyatakan bahwa persembahan, berderma, dan laku spiritual tidak mesti dilepaskan.
“Wahai Arjuna, sekarang dengarlah terlebih dahulu pendapat-Ku tentang saṁnyās dan tyāga; Arjuna, adalah 3 macam pelepasan, Sāttvika, Rājasika, dan Tāmasika.”
“Perbuatan seperti yajña, persembahan; dāna, berderma; tapas, tapa-brata atau laku spiritual – adalah lazim untuk dilakukan (tidak dilepaskan). Karena, semua itu menyucikan diri para pelakunya yang bijak.”
“Sebab itu, persembahan, berderma, tapa-brata dan kewajiban-kewajiban lain mesti dilaksanakan tanpa keterikatan dan harapan untuk meraih suatu hasil; demikian keyakinan Ku, wahai Arjuna.”
“Kewajiban bukanlah untuk diabaikan. Mengabaikannya karena kebingungan yang disebabkan oleh keterikatan ilusif, adalah pelepasan bodoh dan bersifat Tāmasika.”
“Melepaskan suatu pekerjaan karena dianggapnya sulit; melelahkan fisik atau membebani mental dan emosional, maka pelepasan seperti itu bersifat Rājasika dan tidak berguna.”
“Karya luhur yang dilaksanakan demi keluhuran karya itu sendiri; dengan melepaskan keterikatan pada hasilnya, disebut pelepasan atau Tyāga bersifat Sāttvika.”
“Ia yang tidak membenci pekerjaan yang tidak menyenangkan; dan, tidak terikat dengan yang menyenangkan, sungguh telah bebas dari segala keraguan. Ialah seorang bijak yang betul-betul melakoni pelepasan diri.”
“Selama masih memiliki badan, seseorang tidak bisa lepas dari karma atau perbuatan; seorang Tyāgī atau Pelepas Sejati melepaskan segala harapan dari hasil perbuatannya.”
“Bagi mereka yang masih terikat (dengan hasil), adalah tiga macam hasil perbuatan yang diperolehnya setelah kematian, yakni; yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, dan gabungan dari keduanya (antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan). Namun, bagi seorang saṁnyāsī (yang tidak terikat dengan hasil perbuatannya), yang demikian itu tidak ada.”
“Wahai Arjuna, dengarlah dari-Ku, 5 faktor penyebab karma atau perbuatan, sebagaimana dijelaskan dalam ajaran Sāṁkhya.”
“Berikut ini adalah 5 faktor atau unsur tersebut: Tempat Hunian Jiwa atau Badan; Penyebab segala Perbuatan atau Gugusan Pikiran serta Perasaan; Pancaindra (Mata, Telinga, Hidung, Mulut, dan Kulit); Pancaindra Persepsi (Penglihatan, Pendengaran, Penciuman, Pencecapan, dan Perabaan); dan, yang kelima adalah Takdir, atau Hasil dari Karma yang Terakumulasi.”
“Kelima faktor inilah yang menyebabkan segala macam perbuatan, menggerakkan gugusan pikiran serta perasaan, termasuk pengucapan; baik yang tepat, maupun yang tidak tepat.”
“Mereka yang tidak memahami hal ini (tentang lima unsur penyebab karma); menganggap Jiwa sebagai pelaku. Pandangan mereka tidak tepat, karena pemahaman yang tidak tepat pula.”
“Ia yang pikirannya telah terbebaskan dari anggapan keliru bila dirinya adalah pelaku; dan, inteligensianya tidak tercemar oleh kebendaan – sesungguhnya tidak membunuh ketika membinasakan orang-orang ini (yang bertindak tidak selaras dengan hukum-hukum alam); pun tiada (akibat karma) yang mengikat dirinya.”
“Adalah Tiga hal yang memicu terjadinya suatu karma atau perbuatan yaitu; Pengetahuan, Tujuan Mengetahui, dan Ia yang (ingin) Tahu. Pun demikian, adalah Tiga hal yang melandasi setiap karma atau perbuatan; Alat atau Anggota Badan yang bertindak, Tindakan itu sendiri, dan Yang Menyebabkan Terjadinya Tindakan atau Pelaku.”
“Ajaran Sāṁkhya tentang guṇa atau sifat-sifat alami, menjelaskan adanya pembagian Pengetahuan, Perbuatan, dan Pelaku dalam 3 kelompok berdasarkan sifat yang lebih dominan. Dengarlah hal ini…”
“Pengetahuan yang membuat seseorang melihat Sang Jiwa Agung yang Tak Termusnahkan dan Tak Terbagi dalam diri setiap makhluk tanpa kecuali – adalah Pengetahuan Sāttvika.”
“Pengetahuan yang membuat seseorang melihat perpisahan antara satu makhluk dengan yang lain; seolah setiap makhluk berada sendiri-sendiri – adalah Pengetahuan Rājasika.”
“Pengetahuan yang mengelu-elukan sesuatu tanpa pertimbangan yang masuk akal; menganggapnya sebagai pengetahuan yang paling benar, dan menciptakan keterikatan padanya, adalah Pengetahuan Picik, dan disebut Tāmasika.”
“Suatu perbuatan yang selaras dengan nilai-nilai luhur; dan dilakukan tanpa keangkuhan, tanpa ke-“aku”-an; tanpa mengharapkan imbalan; tanpa keberpihakan, dan tanpa pilih kasih – adalah Perbuatan Sāttvika.”
“Sementara itu, perbuatan yang dilakukan dengan memaksa diri demi kenikmatan indra, dan untuk kepuasan ego semata – adalah Perbuatan Rājasika.”
“Perbuatan yang dilandasi kebodohan, tanpa memikirkan dampaknya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain – menyakiti diri dan orang lain; merugikan perkembangan Jiwa; dan, mengikatnya dengan dunia benda adalah Perbuatan Tāmasika.”
“Seorang Pelaku yang bebas dari keterikatan (pada hasil perbuatannya); tanpa ego; teguh dan penuh semangat (untuk berkarya), pun tidak terganggu oleh keberhasilan maupun kegagalan, disebut Sāttvika.”
“Seorang Pelaku yang penuh keterikatan; senantiasa mengharapkan hasil dari perbuatannya; serakah; bersifat memaksa atau agresif; dan terpengaruh oleh suka dan duka, disebut Rājasika.”
“Sementara itu, seorang Pelaku Tāmasika adalah tanpa pengendalian diri; tidak beradab; alot, kaku, keras; sombong; tidak jujur; berhati jahat; malas dan tebal-muka; pengecut, mudah putus asa, dan sering menunda pekerjaan.”
“Wahai Arjuna, sekarang dengarkan pembagian Inteligensia atau Buddhi dan keteguhan hati berdasarkan masing-masing guṇa atau sifat.”
“Arjuna, Inteligensia yang secara tepat dapat menentukan saat untuk bertindak dan saat untuk tidak bertindak; apa yang mesti diperbuat, dan apa yang tidak; apa yang mesti ditakuti dan dihindari, dan apa yang tidak; apa yang mengikat dan apa yang membebaskan diri, adalah Inteligensia yang disebut Sāttvika.”
“Inteligensia yang tidak mampu membedakan antara Dharma (kebajikan) dan adharma (kebatilan); apa yang mesti dilakukan, dan apa yang mesti dihindari – adalah bersifat Rājasika.”
“Wahai Arjuna, Inteligensia yang melihat adharma (kebatilan) sebagai dharma (kebajikan); dan, dalam segala hal, melihat kebalikan dari apa adanya; demikian, inteligensia yang tetutup oleh awan kebodohan seperti itu bersifat Tāmasika.”
“Arjuna, Keteguhan atau Ketetapan Hati untuk mengendalikan gugusan pikiran serta perasaan (mind); prāṇa atau energi kehidupan dan indra dengan Yoga, adalah Keteguhan Hati bersifat Sāttvika.”
“Wahai Arjuna, Keteguhan Hati, yang membuat seseorang berkarya dengan penuh pamrih untuk ketenaran, harta dan berbagai kenikmatan dunia lainnya – adalah Keteguhan Hati yang bersifat Rājasika.”
“Arjuna, Keteguhan Hati Tāmasika yang bodoh, membuat seorang bermalas-malasan, takut, gelisah, murung, dan sia-sia.”
“Arjuna, dengarlah tentang 3 macam ‘Suka’ atau Kebahagiaan, Suka yang jika diraih, mengakhiri segala duka.”
“‘Suka’ atau Kebahagiaan yang awalnya terasa seperti racun, tapi akhirnya seperti Amṛta – Ambrosia Kehidupan Abadi; itulah Kebahagiaan atau ‘Suka’ Sāttvika yang merupakan hasil dari pikiran yang tenang, terkendali; dan pemahaman tentang kesejatian diri.”
“Kebahagiaan atau ‘Suka’ yang diperoleh dari interaksi indra dengan pemicu-pemicu di luar, awalnya terasa sebagai Amṛta, Ambrosia Kehidupan Abadi – namun, akhirnya terbukti bisa atau racun, adalah Kebahagiaan atau ‘Suka’ Rājasika.”
“Kebahagiaan atau ‘Suka’ yang sejak awal hingga akhir menjauhkan Jiwa dari kesejatian dirinya; diperoleh dari tidur, bermalas-malasan, dan kecuekan egois –adalah Kebahagiaan atau ‘Suka’ Tāmasika.”
“Tak seorang pun di dunia, bahkan di alam para dewa atau malaikat, yang bebas dari pengaruh ketiga sifat yang berasal dari Prakṛti atau Alam Benda ini.”
“Wahai Arjuna, para brāhmaṇa – cendekiawan, pendidik, pendeta, dan lain sebagainya; para kṣatriya – pengabdi, pembela negara dan bangsa; vaiśya – para pengusaha; dan śūdra – para pekerja, buruh, semuanya berkarya sesuai dengan kewajiban dan mengikuti sifat dasar mereka.”
“Ketenangan, pengendalian pikiran dan indra; kesiapsediaan untuk memikul segala kesulitan demi sesuatu yang mulia; kesucian dan kemampuan untuk memaafkan dengan mudah; jujur, berpengetahuan, dan bijaksana; serta berkeyakinan pada Hyang Maha Kuasa – semuanya itu adalah Sifat dan Kewajiban seorang Brāhmaṇa.”
“Keberanian, kesaktian, keteguhan, kecekatan; tidak melarikan diri, dan penuh semangat di tengah medan perang, atau saat menghadapi tantangan lain; dermawan dan berwibawa – inilah Sifat dan Kewajiban seorang Kṣatriya atau Kesatria.”
“Bertani, berternak (memelihara sapi perah); dan berusaha dengan jujur – semua ini adalah Sifat dan Kewajiban Vaiśya atau Usahawan. Terakhir, bekerja (sesuai dengan kemahirannya) adalah Sifat dan Kewajiban para Śūdra atau Pekerja.”
“Berkarya sepenuh hati, sesuai dengan kewajiban, dan sifat alami atau potensi dirinya, seseorang mencapai kesempurnaan. Sekarang, dengarlah tentang cara penunaian kewajiban untuk meraih kesempurnaan tertinggi tersebut.”
“Kesempurnaan Tertinggi tercapai oleh seseorang yang menunaikan kewajibannya sesuai dengan sifat alami atau potensi dirinya, dengan semangat berbakti pada Dia Hyang adalah Asal-Usul semua makhluk, dan Meliputi alam semesta.”
“Berkarya sesuai sifat alami atau potensi diri, walau terasa tidak sempurna – sesungguhnya lebih baik dan mulia dari pekerjaan yang tidak sesuai dengan sifat alami dan potensi diri, walau tampak sempurna.”
“Oleh karena itu, wahai Arjuna, janganlah berpaling dari kewajibanmu (sesuai dengan sifat alami dan potensi dirimu), hanya karena takut melakukan kesalahan. Sebab, kesalahan bisa terjadi dalam setiap usaha, sebagaimana api tak terpisahkan dari asap.”
“Seorang bijak yang tidak terikat pada sesuatu; dirinya terkendali; dan tidak lagi mengejar kenikmatan indra – meraih Kebebasan Sempurna dari segala (konsekuensi) perbuatannya, lewat Saṁnyās atau Pelepasan Diri (dari keterikatan pada hasil).”
“Sekarang Arjuna, ketahuilah secara singkat bagaimana seseorang yang telah meraih Kesempurnaan Diri, sekaligus mencapai Brahman, Kesadaran Jiwa yang Tertinggi; yang juga adalah Pengetahuan Tertinggi atau Pengetahuan Sejati.”
“Dengan bekal kesucian budi (berpandangan jernih); teguh dalam Kesadaran Jiwa; dirinya terkendali; tak terpengaruh oleh apa yang dikatakan orang (pendapat-pendapat yang tidak menunjang Kesadaran Jiwa); bebas dari keterikatan pada dunia benda, dan dualitas suka/tak-suka.”
“Ia senantiasa menarik diri ke tempat yang sepi; makan secukupnya; mengupayakan pengendalian badan, indra, ucapan serta pikiran; memusatkan seluruh kesadarannya pada diri yang sejati (melakoni Meditasi atau Dhyāna Yoga); dan berlindung pada Vairāgya, melepaskan segala keterikatan duniawi.”
“Ia yang telah bebas dari ke-‘aku’-an atau ego, keangkuhan karena kekuatan, kedudukan, kekuasaan, dan sebagainya; nafsu; amarah; dan keterikatan pada harta-benda – meraih kedamaian dan kelayakan untuk mencapai Brahman, Kesadaran Tertinggi.”
“Berada dalam Kesadaran Brahman, seseorang senantiasa ceria, tidak lagi berduka dan tidak mengejar sesuatu. Ia bersikap sama terhadap semua makhluk. Demikian, sesungguhnya ia telah ber-bhakti pada-Ku.”
“Dengan semangat bhakti atau panembahannya itu, ia mengetahui Hakikat Diri-Ku, bagaimana dan seperti apakah Sang Jiwa Agung. Kemudian, Pengetahuan Sejati itu pula mempersatukan dirinya dengan-Ku.”
“Demikian, seseorang yang berkarya dengan semangat manembah, dan sepenuhnya berserah-diri pada-Ku, mencapai Kesempurnaan Tertinggi yang Abadi dan tak termusnahkan, atas anugerah-Ku.”
“Serahkanlah segala perbuatanmu pada-Ku secara mental; berbaktilah pada-Ku sebagai Tujuan Tertinggi; lakonilah Buddhi Yoga untuk memilah yang tepat dari yang tidak; dan pusatkanlah segenap pikiran serta perasaanmu pada-Ku.”
“Dengan segenap pikiran serta perasaanmu terpusatkan pada-Ku, kau akan melampaui segala kesulitan atas anugerah-Ku. Namun, jika terkendali oleh ego, kau tidak mendengarkan nasihat-Ku; maka niscayalah kau akan musnah berantakan.”
“Berada di atas landasan ego, jika kau berpikir, ‘Tidak, aku tidak akan berperang’, maka pikiranmu itu salah. Sifat dasarmu (sebagai kesatria) akan mendorongmu untuk berperang.”
“Arjuna, apa yang tidak ingin kau lakukan karena keterikatan yang bodoh, ilusif; tetaplah akan kau lakukan juga atas dorongan sifatmu sendiri (sebagai kesatria), yang disebabkan oleh karma-mu (takdirmu, potensi dirimu sebagai kesatria, pun karena akibat akumulasi karma dari masa lalu, yang menyebabkanmu lahir dalam keluarga kesatria).”
“Ketahuilah Arjuna, bahwa Īśvara – Penguasa Alam Semesta – bersemayam di hati (psikis) setiap makhluk. Dengan kekuatan Māyā-Nya (yang ilusif namun sakti), Ialah yang menggerakkan setiap makhluk secara mekanis.”
“Sebab itu Arjuna, berserahlah sepenuhnya pada Dia; karena dengan anugerah-Nya, kau dapat mencapai kedamaian sejati dan kesempurnaan abadi.”
“Demikian, Kebijakan Tertinggi, Pengetahuan Sejati yang lebih dalam dari yang terdalam ini telah Ku-sampaikan padamu. Renungkan, dan selanjutnya bertindaklah sesuai dengan kehendakmu.”
“Dengarkanlah sekali lagi kata-kata penuh makna tentang Kebenaran Terdalam nan Tertinggi ini; sungguh karena Aku sangat menyayangimu, maka nasihat-Ku ini pun demi kebaikanmu sendiri.”
“Pusatkanlah segenap pikiran serta perasaanmu pada-Ku; berbaktilah pada-Ku dengan menundukkan kepala-egomu. Demikian, niscayalah engkau mencapai-Ku. Aku berjanji padamu, karena kau sungguh sangat Ku-sayangi.”
“Serahkan segala kewajibanmu pada-Ku (Hyang Bersemayam dalam diri setiap makhluk), berlindunglah pada-Ku; dan akan Ku-bebaskan dirimu dari segala dosa-cela dan rasa takut yang muncul dari kekhawatiran akan perbuatan tercela. Jangan khawatir, janganlah bersusah-hati!”
“Janganlah kau berbagi ajaran ini dengan mereka yang tidak tertarik untuk menjalani disiplin batin; tidak memiliki keinginan untuk berbakti pada sesuatu yang lebih tinggi; tidak memiliki semangat untuk melayani sesama dan enggan mendengarnya. Sebab, mereka hanyalah akan mencari-cari kesalahan (menghina Sang Aku; tidak percaya pada Jiwa sebagai hakikat diri).”
“Sebaliknya, ia yang berbagi ajaran ini dengan penuh kasih (dan sebagai ungkapan kasihnya pada-Ku), kepada para panembah yang memang sudah siap untuk menerimanya – niscayalah akan mencapai-Ku.”
“Tiada seorang pun yang pelayanannya pada-Ku melebihi pelayanannya (yang dimaksud ialah seseorang yang berbagi ajaran mulia ini dengan penuh kasih kepada mereka yang memang siap untuk mendengarnya). Demikian pula, tiada seorang pun di seluruh dunia yang Ku-cintai lebih darinya.”
“Barang siapa mempelajari percakapan kita ini, sesungguhnya telah memuja-Ku lewat panembahan dalam bentuk Pengetahuan Sejati (Jñāna Yajña) – demikian keniscayaan-Ku.”
“Barang siapa mendengarkan ajaran ini dengan penuh keyakinan dan tanpa celaan; niscaya meraih kebebasan mutlak dan kebahagiaan sejati yang diraih para bijak yang berbuat mulia.”
“Wahai Arjuna, adakah kau mendengarkan ajaran-ajaran ini dengan penuh perhatian? Apakah kekacauan pikiranmu terlampaui sudah, Arjuna?”
Arjuna menjawab:
Berkat anugerah-Mu, Kṛṣṇa, ilusi yang menyebabkan pikiranku mengacau telah sirna; telah kuraih pemahaman yang betul. Sekarang aku bebas dari segala keraguan dan kebimbangan. Aku siap untuk menjalani titah-Mu.
Sañjaya menyampaikan:
“Demikian telah kudengarkan percakapan antara Kṛṣṇa dan Arjuna yang amat sangat menakjubkan hingga bulu romaku berdiri.”
“Dengan restu Bhagavān Vyāsa, telah kudengarkan ajaran Yoga yang tertinggi ini dari Kṛṣṇa sendiri – Sang Yogeśvara, Penguasa dan Maestro Yoga!”
“Baginda Prabu, mengenang kembali percakapan suci antara Kṛṣṇa dan Arjuna, sungguh berbahagialah diriku.”
“Mengenang lagi wujud Kṛṣṇa, Wujud Hyang Sungguh Menakjubkan, rasa bahagiaku kian bertambah; sungguh tak terungkap lagi.”
“Di mana ada Kṛṣṇa dan ada Arjuna, di sanalah adanya segala kemuliaan, kemenangan, kesejahteraan, dan kebajikan – demikianlah keyakinanku.”
Bhagawad Gita Bab 18
Bhagawad Gita 18.1
Arjuna uvāca
Bhagawad Gita 18.1
sannyāsasya mahā-bāho tattvām icchāmi veditum
tyāgasya ca hṛṣīkeśa pṛthak keśī-niṣūdana
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; sannyāsasya—mengenai pelepasan ikatan; mahā-bāho—o Yang berlengan perkasa; tattvām—kebenaran; icchāmi—hamba ingin; veditum—mengerti; tyāgasya—tentang pelepasan ikatan; ca—juga; hṛṣīkeśa—wahai Penguasa indera; pṛthak—secara berbeda; keśī-niṣūdana—wahai Pembunuh raksasa bernama Keśī.
Arjuna berkata:
O Yang berlengan perkasa, hamba ingin mengerti tujuan pelepasan ikatan [tyāga] dan tingkatan hidup pelepasan ikatan [sannyāsa], wahai Pembunuh raksasa Kesi, Penguasa indera.
Bhagawad Gita 18.2
śrī-bhagavān uvāca
kāmyānāḿ karmaṇāḿ nyāsaḿ sannyāsaḿ kavayo viduḥ
sarva-karma-phala-tyāgaḿ prāhus tyāgaḿ vicakṣaṇāḥ
Śrī-bhagavān uvāca—Krishna bersabda; kāmyānām—keinginan; karmaṇām—terhadap kegiatan; nyāsam—pelepasan ikatan; sannyāsam—tingkatan hidup untuk pelepasan ikatan; kavayaḥ—orang bijaksana; viduḥ—mengetahui; sarva—dari semua; karma—kegiatan; phala—terhadap hasil-hasil; tyāgam—pelepasan ikatan; prāhuḥ—menyebutkan; tyāgam—pelepasan ikatan; vicakṣaṇāḥ—orang berpengalaman.
Krishna bersabda:
Meninggalkan kegiatan berdasarkan keinginan material disebut tingkatan hidup untuk pelepasan ikatan [sannyāsī] oleh orang bijaksana yang mulia. Menyerahkan hasil segala kegiatan disebut pelepasan ikatan [tyāga] oleh orang bijaksana.
Bhagawad Gita 18.3
tyājyaḿ doṣa-vad ity eke karma prāhur manīṣiṇaḥ
Bhagawad Gita 18.3
yajña-dāna-tapaḥ-karma na tyājyam iti cāpare
tyājyam—harus ditinggalkan; doṣa-vat—sebagai hal yang jahat; iti—demikian; eke—satu golongan; karma—pekerjaan; prāhuḥ—mereka berkata; manīṣiṇaḥ—para ahli pikir; yajñā—korban suci; dana—kedermawanan; tapaḥ—dan pertapaan; karma—pekerjaan; na—tidak pernah; tyājyamharus ditinggalkan; iti—demikian; ca—dan; apare—orang lain.
Beberapa orang bijaksana menyatakan bahwa segala jenis kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala hendaknya ditinggalkan sebagai kegiatan yang salah, namun resi-resi lain yakin bahwa perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan hendaknya tidak pernah ditinggalkan.
Bhagawad Gita 18.4
niścayaḿ śṛṇu me tatra tyāge Bhārata-sattama
Bhagawad Gita 18.4
tyāgo hi puruṣa-vyāghra tri-vidhaḥ samprakīrtitaḥ
niścayam—kepastian; śṛṇu—dengarlah; me—dari-Ku; tatra—dalam itu; tyāge—dalam hal pelepasan ikatan; bhārata-sat-tama—wahai yang paling baik di antara para Bhārata ; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; hi—dengan pasti; puruṣa-vyāghra—wahai manusia yang sekuat harimau; tri-vidhaḥ—terdiri dari tiga jenis; samprakīrtitaḥ—dinyatakan.
Wahai yang paling baik di antara para Bhārata, sekarang dengarlah keputusan-Ku tentang pelepasan ikatan. Wahai manusia yang sekuat harimau, dalam Kitab Suci dinyatakan bahwa ada tiga jenis pelepasan ikatan.
18.5
yajña-dāna-tapaḥ-karma
na tyājyaḿ kāryam eva tat
yajño dānaḿ tapaś caiva
pāvanāni manīṣiṇām
yajñā—korban suci; dana—kedermawanan; tapaḥ—dan pertapaan; karma—kegiatan; na—tidak pernah; tyājyam—harus ditinggalkan; kāryam—harus dilakukan; evā—pasti; tat—itu; yajñaḥ—korban suci; dānam—kedermawanan; tapaḥ—pertapaan; ca—juga; evā—pasti; pāvanāni—menyucikan; manīṣiṇām—bagi roh-roh yang mulia sekalipun.
Perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan tidak boleh ditinggalkan; kegiatan itu harus dilakukan. Roh-roh yang mulia sekali pun disucikan oleh korban suci, kedermawanan dan pertapaan.
18.6
etāny api tu karmaṇi
sańgaḿ tyaktvā phalāni ca
kartavyānīti me pārtha
niścitaḿ matam uttamam
etāni—dari semua ini; api—pasti; tu—tetapi; karmaṇi—kegiatan; sańgam—pergaulan; tyaktvā—melepaskan ikatan; phalāni—hasil; ca—juga; kartavyāni—harus dilakukan sebagai kewajiban; iti—demikian; me—milik-Ku; pārtha—wahai putera Pṛthā; niścitam—pasti; matam—pendapat; uttamam—terbaik.
Segala kegiatan tersebut harus dilakukan tanpa ikatan maupun harapan untuk mendapat hasil. Kegiatan tersebut harus dilakukan sebagai kewajiban, wahai putera Pṛthā. Itulah pendapat-Ku yang terakhir.
18.7
niyatasya tu sannyāsaḥ
karmaṇo nopapadyate
mohāt tasya parityāgas
tāmasaḥ parikīrtitaḥ
niyatasya—dianjurkan; tu—tetapi; sannyāsaḥ—pelepasan ikatan; karmaṇaḥ—dari kegiatan; na—tidak pernah; upapadyate—patut; mohāt—oleh khayalan; tasya—terhadap kegiatan itu; parityāgaḥ—pelepasan ikatan; tamasāḥ—dalam sifat kebodohan; parikīrtitaḥ—dinyatakan.
Tugas kewajiban hendaknya tidak pernah ditinggalkan. Kalau seseorang meninggalkan tugas kewajiban yang telah ditetapkan karena khayalan, dikatakan bahwa pelepasan ikatan seperti itu bersifat kebodohan.
18.8
duḥkham ity eva yat karma
kāya-kleśa-bhayāt tyajet
sa kṛtvā rājasaḿ tyāgaḿ
naiva tyāga-phalaḿ labhet
duḥkham—tidak bahagia; iti—demikian; evā—pasti; yat—yang; karma—pekerjaan; kāya—untuk badan; kleśa—kesulitan; bhayāt—karena takut; tyajet—meninggalkan; saḥ—dia; kṛtvā—sesudah melakukan; rājasam—dalam sifat nafsu; tyāgam—pelepasan ikatan; na—tidak; evā—pasti; tyāga—dari pelepasan ikatan; phalam—hasil; labhet—memperoleh.
Siapapun yang meninggalkan tugas kewajiban yang sudah ditetapkan karena terasa sulit atau karena takut pada hal-hal yang tidak menyenangkan badan dikatakan telah melepaskan ikatan dalam sifat nafsu. Perbuatan seperti itu tidak membawa seseorang sampai kemajuan pelepasan ikatan.
18.9
kāryam ity eva yat karma
niyataḿ kriyate 'rjuna
sańgaḿ tyaktvā phalaḿ caiva
sa tyāgaḥ sāttviko mataḥ
kāryam—harus dilakukan; iti—demikian; evā—memang; yat—yang; karma—pekerjaan; niyatam—ditetapkan; kriyate—yang dilakukan; Arjuna—wahai Arjuna; sańgam—pergaulan; tyaktvā—meninggalkan; phalam—hasil; ca—juga; evā—pasti; saḥ—itu; tyāgaḥ—pelepasan ikatan; sāttvikaḥ—dalam sifat kebaikan; mataḥ—menurut pendapat-Ku.
Wahai Arjuna, bila seseorang melakukan tugas kewajibannya yang telah ditetapkan hanya karena kewajiban itu patut dilakukan, dan melepaskan ikatan terhadap segala pergaulan duniawi dan segala ikatan terhadap hasil, maka pelepasan ikatannya bersifat kebaikan.
18.10
na dveṣṭy akuśalaḿ karma
kuśale nānuṣajjate
tyāgī sattva-samāviṣṭo
medhāvī chinna-saḿśayaḥ
na—tidak pernah; dveṣṭi—benci; akuśalam—tidak menguntungkan; karma—pekerjaan; kuśale—yang dalam menguntungkan; na—tidak juga; anuṣajjate—menjadi terikat; tyāgī—orang yang melepaskan ikatan; sattva—dalam kebaikan; samāviṣṭaḥ—khusuk; medhāvī—yang cerdas; chinna—setelah memutuskan; saḿśayaḥ—segala keragu-raguan.
Orang cerdas yang melepaskan ikatan dan mantap dalam sifat kebaikan, yang tidak membenci pekerjaan yang tidak menguntungkan maupun terikat pada pekerjaan yang menguntungkan, tidak ragu-ragu sama sekali tentang pekerjaan.
18.11
na hi deha-bhṛtā śakyaḿ
tyaktuḿ karmaṇy aśeṣataḥ
yas tu karma-phala-tyāgī
sa tyāgīty abhidhīyate
na—tidak pernah; hi—pasti; deha-bhṛtā—oleh dia yang berada di dalam badan; śakyam—dimungkinkan; tyaktum—untuk melepaskan ikatan terhadap; karmaṇi—kegiatan; aśeṣataḥ—secara keseluruhan; yaḥ—siapapun yang; tu—tetapi; karma—terhadap pekerjaan; phala—terhadap hasil; tyāgī—orang yang melepaskan ikatan; saḥ—dia; tyāgī—orang yang melepaskan ikatan; iti—demikian; abhidhīyate—dikatakan.
Memang tidak mungkin makhluk di dalam badan meninggalkan segala kegiatan. Tetapi orang yang melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan disebut orang yang serius melepaskan ikatan.
18.12
aniṣṭam iṣṭaḿ miśraḿ ca
tri-vidhaḿ karmaṇaḥ phalam
bhavaty atyāgināḿ pretya
na tu sannyāsināḿ kvacit
aniṣṭam—menuju neraka; iṣṭam—menuju surga; miśram—campur; ca—dan; tri-vidham—tiga jenis; karmaṇaḥ—dari pekerjaan; phalam—hasil; bhavati—menjadi; atyāginām—bagi orang yang belum melepaskan ikatan; pretya—sesudah meninggal; na—tidak; tu—tetapi; sannyāsinām—untuk golongan hidup yang melepaskan ikatan; kvacit—pada suatu waktu.
Tiga hasil perbuatan—yang diinginkan, yang tidak diinginkan dan campuran—diberikan kepada orang yang belum melepaskan ikatan sesudah ia meninggal. Tetapi tidak ada hasil seperti itu yang harus diderita atau dinikmati oleh orang yang berada pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan.
18.13
pañcaitāni mahā-bāho
kāraṇāni nibodha me
sāńkhye kṛtānte proktāni
siddhaye sarva-karmaṇām
pañca—lima; etāni—hal ini; mahā-bāho—wahai yang berlengan perkasa; kāraṇāni—menyebabkan; nibodha—mengertilah; me—dari-Ku; sańkhye—dalam Vedanta; kṛta ante—dalam kesimpulan; proktāni—dikatakan; siddhaye—demi kesempurnaan; sarva—semua; karmaṇām—kegiatan.
Wahai Arjuna yang berlengan perkasa, menurut Vedanta, ada lima sebab untuk tercapainya segala perbuatan. Sekarang pelajarilah hal-hal ini dari-Ku.
18.14
adhiṣṭhānaḿ tathā kartā
karaṇaḿ ca pṛthag-vidham
vividhāś ca pṛthak ceṣṭā
daivaḿ caivātra pañcamam
adhiṣṭhānam—tempat; tathā—juga; kartā—orang yang bekerja; kāraṇam—alat-alat; ca—dan; pṛthak-vidham—berbagai jenis; vividhāḥ—aneka; ca—dan; pṛthak—terpisah; ceṣṭāḥ—usaha-usaha; daivam—Yang Mahakuasa; ca—juga; evā—pasti; atra—di sini; pañcamam—kelima.
Tempat perbuatan [badan], pelaku, berbagai indera, aneka jenis usaha, dan akhirnya Roh Yang Utama—inilah lima unsur perbuatan.
18.15
śarīra-vāń-manobhir yat
karma manobhiḥ naraḥ
nyāyyaḿ vā viparītaḿ vā
pañcaite tasya hetavaḥ
śarīra—oleh badan; vāk—pembicaraan; manobhiḥ—dan pikiran; yat—yang; karma—pekerjaan; manobhiḥ—memulai; naraḥ—seseorang; nyāyyam—benar; vā—atau; viparītam—lawannya; vā—atau; pañca—lima; ete—semua ini; tasya—miliknya; hetavaḥ—sebab.
Perbuatan benar maupun salah manapun yang dilakukan seseorang dengan badan, pikiran maupun kata-kata disebabkan oleh lima unsur tersebut.
18.16
tatraivaḿ sati kartāram
ātmānaḿ kevalaḿ tu yaḥ
paśyaty akṛta-buddhitvān
na sa paśyati durmatiḥ
tatra—di sana; evam—dengan demikian; sati—menjadi; kartāram—orang yang bekerja; ātmanām—Diri-Nya; kevalam—hanya; tu—tetapi; yaḥ—siapapun yang; paśyāti—melihat; akṛta buddhitvat—karena kurang cerdas; na—tidak pernah; saḥ—dia; paśyāti—melihat; durmatiḥ—bodoh.
Karena itu, orang yang menganggap Diri-Nya satu-satunya pelaku, tanpa mempertimbangkan lima unsur tersebut, tentu tidak begitu cerdas dan tidak dapat melihat hal-hal dengan sebenarnya.
18.17
yasya nāhańkṛto bhāvo
buddhir yasya na lipyate
hatvāpi sa imān lokān
na hanti na nibadhyate
yasya—orang yang; na—tidak pernah; ahańkṛtaḥ—keakuan palsu; bhāvaḥ—sifat; buddhiḥ—kecerdasan; yasya—orang yang; na—tidak pernah; lipyate—terikat; hatvā—membunuh; api—walaupun; saḥ—dia; imān—ini; lokān—dunia; na—tidak pernah; hanti—membunuh; na—tidak pernah; nibadhyate—menjadi terikat.
Orang yang tidak digerakkan oleh keakuan palsu dan kecerdasannya tidak terikat, tidak membunuh, meskipun ia membunuh orang didunia ini. Ia juga tidak diikat oleh perbuatannya.
18.18
jñānaḿ jñeyaḿ parijñātā
tri-vidhā karma-codanā
karaṇaḿ karma karteti
tri-vidhaḥ karma-sańgrahaḥ
jñānam—pengetahuan; jñeyam—obyek pengetahuan; parijñātā—dia yang mengetahui; tri-vidhā—terdiri dari tiga jenis; karma—dari pekerjaan; codanā—dorongan; kāraṇam—indera; karma—pekerjaan; kartā—pelaku-pelaku; iti—demikian; tri-vidhaḥ—tiga jenis; karma—dari pekerjaan; sańgrahaḥ—pengumpulan.
Pengetahuan, obyek pengetahuan, dan dia yang mengetahui adalah tiga unsur yang menggerakkan perbuatan; indera; pekerjaan dan pelaku adalah tiga bahan perbuatan.
18.19
jñānaḿ karma ca kartā ca
tridhaiva guṇa-bhedataḥ
procyate guṇa-sańkhyāne
yathāvac chṛṇu tāny api
jñānam—pengetahuan; karma—pekerjaan; ca—juga; kartā—pekerja; ca—juga; tridhā—dari tiga jenis; evā—pasti; guṇa-bhedataḥ—menurut berbagai sifat alam material; procyate—dikatakan; guṇa-sańkhyāne—menurut berbagai sifat; yathā-vat—sebagaimana; śṛṇu—dengarlah; tāni—semuanya; api—juga.
Menurut tiga sifat alam material yang berbeda, ada tiga jenis pengetahuan, perbuatan dan pelaku perbuatan. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang hal-hal itu.
18.20
sarva-bhūteṣu yenaikaḿ
bhāvam avyayām īkṣate
avibhaktaḿ vibhakteṣu
taj jñānaḿ viddhi sāttvikam
sarva-bhūteṣu—di dalam semua makhluk hidup; yena—dengan itu; ekam—satu; bhāvam—keadaan; avyayām—tidak dapat dimusnahkan; īkṣate—seseorang melihat; avibhaktam—tidak dibagi; vibhakteṣu—yang dibagi dalam jumlah tidak terbilang; tat—itu; jñānam—pengetahuan; viddhi—ketahuilah; sāttvikam—dalam sifat kebaikan.
Pengetahuan yang memungkinkan alam rohani yang satu dan tidak dipisahkan dilihat di dalam semua makhluk hidup, meskipun mereka dipisahkan menjadi bentuk-bentuk yang jumlahnya tidak dapat di hitung, hendaknya engkau pahami sebagai pengetahuan dalam sifat kebaikan.
18.21
pṛthaktvena tu yaj jñānaḿ
nānā-bhāvān pṛthag-vidhān
vetti sarveṣu bhūteṣu
taj jñānaḿ viddhi rājasam
pṛthaktvena—akibat dari pemisahan; tu—tetapi; yat—yang; jñānam—pengetahuan; nānābhavān—beraneka keadaan; pṛthak-vidhān—berbeda; vetti—mengetahui; sarveṣu—di dalam semua; bhūteṣu—makhluk hidup; tat—itu; jñānam—pengetahuan; viddhi—harus diketahui; rājasam—menurut nafsu.
Pengetahuan yang menyebabkan seseorang melihat jenis makhluk hidup yang lain di dalam setiap badan hendaknya engkau pahami sebagai pengetahuan dalam sifat nafsu.
18.22
yat tu kṛtsna-vad ekasmin
kārye saktam ahaitukam
atattvārtha-vad alpaḿ ca
tat tāmasam udāhṛtam
yat—itu yang; tu—tetapi; kṛtsna-vat—sebagai segala-galanya; ekasmin—dalam satu; kārye—pekerjaan; saktam—terikat; ahaitukam—tanpa sebab; atattva-artha-vat—tanpa pengetahuan tentang kesunyataan; alpam—sedikit sekali; ca—dan; tat—itu; tāmasam—sifat kegelapan; udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Pengetahuan yang menyebabkan seseorang terikat pada satu jenis pekerjaan sebagai segala-galanya, tanpa pengetahuan tentang kebenaran, dan jumlahnya sedikit sekali, dikatakan sebagai pengetahuan dalam sifat kegelapan.
18.23
niyataḿ sańga-rahitam
arāga-dveṣataḥ kṛtam
aphala-prepsunā karma
yat tat sāttvikam ucyate
niyatam—teratur; sańga-rahitam—tanpa ikatan; arāga-dveṣataḥ—tanpa cinta kasih maupun rasa benci; kṛtam—dilakukan; aphala-prepsunā—oleh orang yang bebas dari keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala; karma—perbuatan; yat—yang; tat—itu; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; ucyate—disebut.
Perbuatan yang teratur dan dilakukan tanpa ikatan, tanpa cinta kasih maupun rasa benci dan tanpa keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala dikatakan perbuatan dalam sifat kebaikan.
18.24
yat tu kāmepsunā karma
sāhańkāreṇa vā punaḥ
kriyate bahulāyāsaḿ
tad rājasam udāhṛtam
yat—itu yang; tu—tetapi; kāma-īpsunā—oleh orang dengan keinginan untuk mendapat hasil atau pahala; karma—pekerjaan; sa-ahańkāreṇa—dengan keakuan; vā—atau; punaḥ—lagi; kriyate—dilakukan; bahula-āyāsam—dengan pekerjaan yang keras; tat—itu; rājasam—dalam sifat nafsu; udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Tetapi perbuatan yang dilakukan dengan usaha yang keras oleh orang yang mencari kepuasan keinginannya, dan dilakukan berdasarkan rasa keakuan palsu, disebut perbuatan dalam sifat nafsu.
18.25
anubandhaḿ kṣayaḿ hiḿsām
anapekṣya ca pauruṣam
mohād ārabhyate karma
yat tat tāmasam ucyate
anubandham—dari ikatan pada masa yang akan datang; ksayam—pembinasaan; hiḿsām—dan dukacita kepada orang lain; anapekṣya—tanpa mempertimbangkan akibat; ca—juga; pauruṣam—diizinkan sendiri; mohāt—oleh khayalan; ārabhyate—dimulai; karma—pekerjaan; yat—yang; tat—itu; tāmasam—dalam sifat kebodohan; ucyate—dikatakan sebagai.
Perbuatan yang dilakukan dalam khayalan, tanpa mempedulikan aturan Kitab Suci, dan tanpa mempedulikan ikatan pada masa yang akan datang, kekerasan maupun dukacita yang diakibatkan terhadap orang lain disebut perbuatan dalam sifat kebodohan.
18.26
mukta-sańgo 'nahaḿ-vādī
dhṛty-utsāha-samanvitaḥ
siddhy-asiddhyor nirvikāraḥ
kartā sāttvika ucyate
mukta-sańgaḥ—dibebaskan dari segala pergaulan material; anaham-vādī—tanpa keakuan palsu; dhṛti—dengan ketabahan hati; utsāha—dan semangat yang besar; samanvitāḥ—memiliki kwalifikasi; siddhi—dalam kesempurnaan; asiddhyoḥ—dan kegagalan; nirvikāraḥ—tanpa perubahan; kartā—pekerja; sāttvikaḥ—dalam sifat kebaikan; ucyate—dikatakan sebagai.
Orang yang melakukan tugas kewajiban tanpa pergaulan dengan sifat-sifat alam material, tanpa keakuan palsu, dengan ketabahan hati dan semangat yang besar, tanpa goyah baik dalam sukses maupun dalam kegagalan dikatakan sebagai orang yang bekerja dalam sifat kebaikan.
18.27
rāgī karma-phala-prepsur
lubdho hiḿsātmako 'śuciḥ
harṣa-śokānvitaḥ kartā
rājasaḥ parikīrtitaḥ
rāgī—sangat terikat; karma-phala—hasil dari pekerjaan; prepsuḥ—menginginkan; lubdhaḥ—kelobaan; hiḿsā-ātmakaḥ—selalu iri; aśuciḥ—tidak bersih; harṣa-śoka-anvitaḥ—mengalami rasa riang dan rasa sedih; kartā—pekerja seperti itu; rājasāḥ—dalam sifat nafsu; parikīrtitaḥ—dinyatakan.
Pekerja yang terikat pada pekerjaan dan hasil atau pahala dari pekerjaan, yang ingin menikmati hasil-hasil itu, yang bersifat kelobaan, selalu iri, tidak suci dan digerakkan oleh rasa riang dan rasa sedih, dikatakan sebagai pekerja dalam sifat nafsu.
18.28
ayuktaḥ prākṛtaḥ stabdhaḥ
śaṭho naiṣkṛtiko 'lasaḥ
viṣādī dīrgha-sūtrī ca
kartā tāmasa ucyate
ayuktaḥ—tidak memperhatikan aturan Kitab Suci; prākṛtaḥ—duniawi; stabdhaḥ—keras kepala; śaṭhaḥ—suka menipu; naiṣkṛtikaḥ—ahli menghina orang lain; alasaḥ—malas; viṣādī—murung; dīrgha-sūtrī—mengulurulurkan waktu; ca—juga; kartā—pekerjaan; tamasāḥ—dalam sifat kebodohan; ucyate—dikatakan sebagai.
Pekerja yang selalu sibuk dalam pekerjaan yang bertentangan dengan aturan Kitab Suci, yang duniawi, keras kepala, menipu dan ahli menghina orang lain, malas, selalu murung dan menunda-nunda dikatakan sebagai pekerja dalam sifat kebodohan.
18.29
buddher bhedaḿ dhṛteś caiva
guṇatas tri-vidhaḿ śṛṇu
procyamānam aśeṣeṇa
pṛthaktvena dhanañjaya
buddheḥ—mengenai kecerdasan; bhedam—perbedaanperbedaan; dhṛteḥ—mengenai sifat mantap; ca—juga; evā—pasti; guṇataḥ—oleh sifat-sifat alam material; tri-vidham—dari tiga jenis; śṛṇu—dengarlah; procyamānam—sebagaimana Kuuraikan; aśeṣeṇa—secara terperinci; pṛthaktvena—secara berbeda; dhanañjaya—wahai perebut kekayaan.
Wahai perebut kekayaan; sekarang dengarlah uraian terperinci yang akan Kusampaikan kepadamu tentang berbagai jenis pengertian dan ketabahan hati, menurut tiga sifat alam material.
18.30
pravṛttiḿ ca nivṛttiḿ ca
kāryākārye bhayābhaye
bandhaḿ mokṣaḿ ca yā vetti
buddhiḥ sā pārtha sāttvikī
pravṛttim—melakukan; ca—juga; nivṛttim—tidak melakukan; ca—dan; kārya—apa yang patut dilakukan; akārye—dan apa yang tidak patut dilakukan; bhaya—rasa takut; abhaye—kebebasan dari rasa takut; bandham—ikatan; mokṣam—pembebasan; ca—dan; yā—itu yang; vetti—mengetahui; buddhiḥ—pengertian; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; sāttvikī—dalam sifat kebaikan.
Wahai putera Pṛthā, pengertian yang memungkinkan seseorang mengetahui apa yang patut dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan, apa yang harus ditakuti dan apa yang tidak perlu ditakuti, apa yang mengikat dan apa yang membebaskan, berada dalam sifat kebaikan.
18.31
yayā dharmam adharmaḿ ca
kāryaḿ cākāryam eva ca
ayathāvat prajānāti
buddhiḥ sā pārtha rājasī
yayā—oleh itu; dharmam—prinsip-prinsip dharma; adharmam—hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dharma; ca—dan; kāryam—apa yang patut dilakukan; ca—juga; akāryam—apa yang seharusnya tidak dilakukan; evā—pasti; ca—juga; ayathā-vat—secara tidak sempurna; prājanati—mengetahui; buddhiḥ—kecerdasan; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; rājāsi—dalam sifat nafsu.
Wahai putera Pṛthā, pengertian yang tidak dapat membedakan antara dharma dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma, antara perbuatan yang harus dilakukan dan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan, berada dalam sifat nafsu.
18.32
adharmaḿ dharmam iti yā
manyate tamasāvṛtā
sarvārthān viparītāḿś ca
buddhiḥ sā pārtha tāmasī
adharmam—hal-hal yang bertentangan dengan dharma; dharmam—dharma; iti—demikian; yā—yang; manyate—berpikir; tamasā—oleh khayalan; āvṛtā—ditutupi; sarva-arthān—segala hal; viparītān—ke arah yang salah; ca—juga; buddhiḥ—kecerdasan; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; tamasi—dalam sifat kebodohan.
Pengertian yang menganggap hal-hal yang bertentangan dengan dharma sebagai dharma dan dharma sebagai hal-hal yang bertentangan dengan dharma, di bawah pesona khayalan dan kegelapan, dan selalu berusaha ke arah yang salah berada dalam sifat kebodohan, wahai putera Pṛthā.
18.33
dhṛtyā yayā dhārayate
manaḥ-prāṇendriya-kriyāḥ
yogenāvyabhicāriṇyā
dhṛtiḥ sā pārtha sāttvikī
dhṛtyā—dari ketabahan hati; yayā—melalui itu; dhārayate—seseorang memelihara; manaḥ—pikiran; prāṇa—kehidupan; indriya—dan indera; kriyāḥ—kegiatan; yogena—oleh latihan yoga; avyabhicāriṇyā—tanpa terputus; dhṛtiḥ—ketabahan hati; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; sāttvikī—dalam sifat kebaikan.
Wahai putera Pṛthā, ketabahan hati yang tidak dapat dipatahkan, dipelihara dengan sifat teguh oleh latihan yoga, dan dengan demikian mengendalikan pikiran, kehidupan dan indera-indera adalah ketabahan hati dalam sifat kebaikan.
18.34
yayā tu dharma-kāmārthān
dhṛtyā dhārayate 'rjuna
prasańgena phalākāńkṣī
dhṛtiḥ sā pārtha rājasī
yayā—melalui itu; tu—tetapi; dharma—keagamaan; kāma—kepuasan indera-indera; arthān—dan pengembangan ekonomi; dhṛtyā—dengan ketabahan hati; dhārayate—seseorang memelihara; Arjuna—wahai Arjuna; prasańgena—karena ikatan; phala-ākāńkṣī—menginginkan hasil atau pahala; dhṛtiḥ—ketabahan hati; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; rājāsi—dalam sifat nafsu.
Tetapi hati yang tabah membuat seseorang berpegang teguh pada hasil atau pahala di bidang keagamaan, pengembangan ekonomi dan kepuasan indera-indera bersifat nafsu, wahai Arjuna.
18.35
yayā svapnaḿ bhayaḿ śokaḿ
viṣādaḿ madam eva ca
na vimuñcati durmedhā
dhṛtiḥ sā pārtha tāmasī
yayā—melalui itu; svapnam—mimpi; bhayam—ketakutan; śokam—penyesalan; viṣādam—sifat murung; madam—khayalan; evā—pasti; ca—juga; na—tidak pernah; vimuñcati—seseorang meninggalkan; durmedhā—kurang cerdas; dhṛtiḥ—ketabahan hati; sa—itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; tamasi—dalam sifat kebodohan.
Ketabahan hati yang tidak dapat melampaui impian, rasa takut, penyesalan, sifat murung dan khayalan—ketabahan hati yang kurang cerdas seperti itu bersifat kegelapan, wahai putera Pṛthā.
18.36
sukhaḿ tv idānīḿ tri-vidhaḿ
śṛṇu me Bhārata rṣabha
abhyāsād ramate yatra
duḥkhāntaḿ ca nigacchati
sukham—kebahagiaan; tu—tetapi; idānīm—sekarang; tri-vidham—terdiri dari tiga jenis; śṛṇu—dengarlah; me—dari-Ku; bhārata-ṛṣabha—wahai yang paling baik di antara para Bhārata ; abhyāsāt—oleh latihan; ramate—seseorang menikmati; yātrā—tempat; duḥkha—dari dukacita; antam—berakhirnya; ca—juga; nigacchati—mencapai.
Wahai yang paling baik di antara para Bhārata, sekarang harap dengar dari-Ku tentang tiga jenis kebahagiaan yang dinikmati oleh roh yang terikat, yang kadang-kadang memungkinkan segala dukacita berakhir baginya.
18.37
yat tad agre viṣam iva
pariṇāme 'mṛtopamam
tat sukhaḿ sāttvikaḿ proktām
ātma-buddhi-prasāda-jam
yat—yang; tat—itu; agre—pada permulaan; viṣam ivā—seperti racun; pariṇāme—pada akhirnya; amṛta—minuman kekekalan; upamam—yang diumpamakan sebagai; tat—itu; sukham—kebahagiaan; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; proktām—dikatakan; ātmā—dalam sang diri; buddhi—dari kecerdasan; prasāda-jam—dilahirkan dari kepuasan.
Sesuatu yang pada permulaan barangkali seperti racun tetapi akhirnya seperti minuman kekekalan dan menyadarkan seseorang terhadap keinsafan diri dikatakan sebagai kebahagiaan dalam sifat kebaikan.
18.38
viṣayendriya-saḿyogād
yat tad agre 'mṛtopamam
pariṇāme viṣam iva
tat sukhaḿ rājasaḿ smṛtam
viṣaya—dari obyek-obyek indera; indriya—dan indera; saḿyogāt—dari gabungan; yat—yang; tat—itu; agre—pada permulaan; amṛta-upamam—persis seperti minuman kekekalan; pariṇāme—akhirnya; viṣam iva—seperti racun; tat—itu; sukham—kebahagiaan; rājasam—dalam sifat nafsu; smṛtam—dianggap.
Kebahagiaan yang didapatkan dari hubungan indera-indera dengan obyeknya dan kelihatannya seperti minuman kekekalan pada awal, tetapi akhirnya seperti racun, dikatakan bersifat nafsu.
18.39
yad agre cānubandhe ca
sukhaḿ mohanam ātmanaḥ
nidrālasya-pramādotthaḿ
tat tāmasam udāhṛtam
yat—itu yang; agre—pada permulaan; ca—juga; anubandhe—akhirnya; ca—juga; sukham—kebahagiaan; mohanam—bersifat khayalan; ātmanāḥ—dari sang diri; nidrā—tidur; ālasya—sifat malas; pramāda—khayalan; uttham—dihasilkan; tat—itu; tāmasam—dalam sifat kebodohan; udāhṛtam—dikatakan sebagai.
Kebahagiaan yang buta terhadap keinsafan diri, yang bersifat khayalan dari awal sampai akhir dan berasal dari tidur, bermalas-malasan dan khayalan dikatakan bersifat kebodohan.
18.40
na tad asti pṛthivyāḿ vā
divi deveṣu vā punaḥ
sattvaḿ prakṛti-jair muktaḿ
yad ebhiḥ syāt tribhir guṇaiḥ
na—tidak; tat—itu; asti—ada; pṛthivyām—di bumi; vā—atau; divi—di sistem planet yang lebih tinggi; deveṣu—di kalangan para dewa; vā—atau; punaḥ—lagi; sattvam—keberadaan; prakṛti-jaiḥ—di lahirkan dari alam material; muktam—dibebaskan; yat—itu; ebhiḥ—dari pengaruh yang lain; syāt—adalah; tribhiḥ—tiga; guṇaiḥ—sifat-sifat alam material.
Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para dewa di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material.
18.41
brāhmaṇa-kṣatriya-viśāḿ
śūdrāṇāḿ ca parantapa
karmaṇi pravibhaktāni
svabhāva-prabhavair guṇaiḥ
brahmaṇā—para brahmaṇā; kṣatriya—para kṣatriya; viśām—dan para vaisya; śūdrāṇām—dari para sudra; ca—dan; parantapa—wahai penakluk musuh; karmaṇi—kegiatan; pravibhaktāni—dibagikan; svabhāva—sifatnya sendiri; prabhavaiḥ—dilahirkan dari; guṇaiḥ—oleh sifat-sifat alam material.
Para brahmaṇā, para kṣatriya, para vaisya, dan para sudra dibedakan oleh ciri-ciri yang dilahirkan dari watak-watak mereka sendiri menurut sifat-sifat material, wahai penakluk musuh.
18.42
śamo damas tapaḥ śaucaḿ
kṣāntir ārjavam eva ca
jñānaḿ vijñānam āstikyaḿ
brahma-karma svabhāva-jam
samaḥ—kedamaian; damaḥ—mengendalikan diri; tapaḥ—pertapaan; śaucam—kesucian; kśāntiḥ—toleransi; ārjavam—sifat kejujuran; evā—pasti; ca—dan; jñānam—pengetahuan; vijñānam—kebijaksanaan; āstikyam—taat pada prinsip-prinsip keagamaan; brahma—milik seorang brahmaṇā; karma—kewajiban; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.
Kedamaian, mengendalikan diri, pertapaan, kesucian, toleransi, kejujuran, pengetahuan, kebijaksanaan dan taat pada prinsip keagamaan—para brahmaṇā bekerja dengan sifat yang wajar ini.
18.43
śauryaḿ tejo dhṛtir dākṣyaḿ
yuddhe cāpy apalāyanam
dānam īśvara-bhāvaś ca
kṣātraḿ karma svabhāva-jam
śauryam—kepahlawanan; tejaḥ—kewibawaan; dhṛtiḥ—ketabahan hati; dākṣyam—pandai memanfaatkan keadaan; yuddhe—di medan perang; ca—dan; api—juga; apalāyanam—tidak lari; dānam—kedermawanan; īśvara—tentang kepemimpinan; bhāvaḥ—sifat; ca—dan; kṣātram—untuk seorang kṣatriya; karma—kewajiban; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.
Kepahlawanan, kewibawaan, ketabahan hati, pandai memanfaatkan keadaan, keberanian di medan perang, kedermawanan dan kepemimpinan adalah sifat-sifat pekerjaan yang wajar bagi para kṣatriya.
18.44
kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaḿ
vaiśya-karma svabhāva-jam
paricaryātmakaḿ karma
śūdrasyāpi svabhāva-jam
kṛṣi—membajak tanah; go—sapi; rakṣya—melindungi; vāṇijyam—perdagangan; vaiśya—milik seorang; karma—kewajiban; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri; paricaryā—pengabdian; ātmakam—terdiri dari; karma—kewajiban; śūdrasya—milik seorang sudra; api—juga; svabhāva-jam—dilahirkan dari sifatnya sendiri.
Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.
18.45
sve sve karmaṇy abhirataḥ
saḿsiddhiḿ labhate naraḥ
sva-karma-nirataḥ siddhiḿ
yathā vindati tac chṛṇu
sve sve—milik masing-masing; karmaṇi—pekerjaan; abhirataḥ—mengikuti; saḿsiddhim—kesempurnaan; labhate—mencapai; naraḥ—seorang manusia; sva-karma—dalam kewajibannya sendiri; niratāḥ—sibuk; siddhim—kesempurnaan; yathā—sebagai; vindati—mencapai; tat—itu; śṛṇu—dengarlah.
Dengan mengikuti sifat-sifat pekerjaannya, setiap orang dapat menjadi sempurna. Sekarang dengarlah dari-Ku bagaimana kesempurnaan ini dapat dicapai.
18.46
yataḥ pravṛttir bhūtānāḿ
yena sarvam idaḿ tatam
sva-karmaṇā tam abhyarcya
siddhiḿ vindati mānavaḥ
yataḥ—dari siapa; pravṛttiḥ—pancaran; bhūtānām—semua para makhluk hidup; yena—oleh siapa; sarvam—semua; idam—ini; tatam—berada dimana-mana; svakarmaṇā—oleh kewajibannya sendiri; tam—Beliau; abhyarcyā—dengan menyembah; siddhim—kesempurnaan; vindati—mencapai; mānavāḥ—seorang manusia.
Dengan sembahyang kepada Tuhan, sumber semua makhluk, Yang berada di mana-mana, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dengan melakukan pekerjaan sendiri.
18.47
śreyān sva-dharmo viguṇaḥ
para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt
svabhāva-niyataḿ karma
kurvan nāpnoti kilbiṣam
śreyān—lebih baik; sva-dharmaḥ—pekerjaan sendiri; viguṇaḥ—dilakukan secara tidak sempurna; para-dharmāt—daripada kewajiban orang lain; su-anuṣṭhitāt—dilakukan secara sempurna; svabhāva-niyatam—ditetapkan menurut sifat seseorang; karma—pekerjaan; kurvan—melakukan; na—tidak pernah; āpnoti—mencapai; kilbisam—reaksi-reaksi dosa.
Lebih baik menekuni kewajiban sendiri, meskipun dilakukan secara kurang sempurna, daripada menerima kewajiban orang lain dan melakukannya secara sempurna. Tugas kewajiban yang ditetapkan menurut sifat seseorang tidak pernah dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa.
18.48
saha-jaḿ karma kaunteya
sa-doṣam api na tyajet
sarvārambhā hi doṣeṇa
dhūmenāgnir ivāvṛtāḥ
saha-jam—dilahirkan sekaligus; karma—pekerjaan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; sa-doṣam—dengan kesalahan; api—walaupun; na—tidak pernah; tyajet—seseorang harus meninggalkan; sarva-ārambhāḥ—segala usaha; hi—pasti; doṣeṇa—dengan kesalahan; dhūmena—dengan asap; agniḥ—api; iva—seperti; āvṛtaḥ—ditutupi.
Setiap usaha ditutupi oleh sejenis kesalahan, seperti halnya api ditutupi oleh asap. Karena itu, hendaknya seseorang jangan meninggalkan pekerjaan yang dilahirkan dari sifat pribadinya, meskipun pekerjaan itu penuh kesalahan, wahai putera Kuntī .
18.49
āsakta-buddhiḥ sarvatra
jitātmā vigata-spṛhaḥ
naiṣkarmya-siddhiḿ paramāḿ
sannyāsenādhigacchati
āsakta-buddhiḥ—memiliki kecerdasan yang tidak terikat; sarvatra—di mana-mana; jita-ātmā—setelah mengendalikan pikiran; vigata-spṛhaḥ—tanpa keinginan duniawi; naiṣkarmya-siddhim—kesempurnaan tanpa reaksi; paramam—paling utama; sannyāsena—oleh tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan; adhigacchati—seseorang mencapai.
Orang yang mengendalikan diri, tidak terikat, dan mengalpakan segala kenikmatan material dapat mencapai tingkat pembebasan dari reaksi yang paling tinggi dan sempurna dengan cara mempraktekkan pelepasan ikatan.
18.50
siddhiḿ prāpto yathā brahma
tathāpnoti nibodha me
samāsenaiva kaunteya
niṣṭhā jñānasya yā parā
siddhim—kesempurnaan; prāptaḥ—mencapai; yathā—sebagai; brahma—Yang Mahakuasa; tathā—demikian; āpnoti—seseorang mencapai; nibodha—coba mengerti; me—dari-Ku; samāsena—secara ringkas; evā—pasti; kaunteyā—wahai putera Kuntī ; niṣṭhā—tingkat; jñānasya—dari pengetahuan; yā—yang; parā—rohani.
Wahai putera Kuntī, pelajarilah dari-Ku bagaimana orang yang sudah mencapai kesempurnaan itu dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi, Brahman, tingkat pengetahuan tertinggi, dengan bertindak dengan cara yang akan-Ku ringkas sekarang.
18.51-53
buddhyā viśuddhayā yukto
dhṛtyātmānaḿ niyamya ca
śabdādīn viṣayāḿs tyaktvā
rāga-dveṣau vyudasya ca
vivikta-sevī laghv-āśī
yata-vāk-kāya-mānasaḥ
dhyāna-yoga-paro nityaḿ
vairāgyaḿ samupāśritaḥ
ahańkāraḿ balaḿ darpaḿ
kāmaḿ krodhaḿ parigraham
vimucya nirmamaḥ śānto
brahma-bhūyāya kalpate
buddhya—dengan kecerdasan; viśuddhayā—disucikan sepenuhnya; yuktaḥ—tekun; dhṛtyā—dengan ketabahan hati; ātmanām—sang diri; niyamya—mengatur; ca—juga; śabda-ādīn—seperti suara; viṣayān—obyek-obyek indria; tyaktvā—meninggalkan; rāga—ikatan; dveṣau—dan rasa benci; vyudasya—mengesampingkan; ca—juga; vivikta-sevī—tinggal di tempat sunyi; laghu-āśī—makan sedikit; yata—setelah mengendalikan; vāk—pembicaraan; kāya—badan; mānasaḥ—dan pikiran; dhyāna-yoga-paraḥ—khusuk dalam semadi; nityam—dua puluh empat jam sehari; vairāgyam—ketidakterikatan; samupāśritaḥ—setelah berlindung kepada; ahańkāram—keakuan palsu; balam—kekuatan palsu; darpam—rasa bangga yang palsu; kāmam—hawa nafsu; krodham—amarah; parigraham—dan penerimaan benda-benda material; vimucya—dengan diselamatkan dari; nirmamaḥ—tanpa rasa memiliki sesuatu; śāntaḥ—damai; brahma-bhūyāya—demi keinsafan diri; kalpate—memiliki kwalifikasi.
Orang yang disucikan oleh kecerdasannya dan mengendalikan pikiran dengan ketabahan hati, meninggalkan obyek-obyek kepuasan indera-indera, bebas dari ikatan dan rasa benci, tinggal di tempat sunyi, makan sedikit, mengendalikan badan, pikiran dan daya pembicaraan, yang selalu khusuk bersemadi dan bebas dari ikatan, bebas dari keakuan palsu, kekuatan palsu, rasa bangga yang palsu, amarah dan kecenderungan menerima benda-benda material, bebas dari rasa hak milik yang palsu, dan damai—orang seperti itulah pasti diangkat sampai kedudukan keinsafan diri.
18.54
brahma-bhūtaḥ prasannātmā
na śocati na kāńkṣati
samaḥ sarveṣu bhūteṣu
mad-bhaktiḿ labhate parām
brahma-bhūtaḥ—bersatu dengan Yang Mutlak; prasanna-ātmā—riang sepenuhnya; na—tidak pernah; śocati—menyesal; na—tidak pernah; kāńkṣati—menginginkan; samaḥ—bersikap yang sama; sarveṣu—terhadap semua; bhūteṣu—makhluk hidup; mat-bhaktim—bhakti-Ku; labhate—memperoleh; param—rohani.
Orang yang mantap secara rohani seperti itu segera menginsafi Brahman Yang Paling Utama dan menjadi riang sepenuhnya. Ia tidak pernah menyesal atau ingin mendapatkan sesuatu. Ia bersikap yang sama terhadap setiap makhluk hidup. Dalam keadaan itulah ia mencapai bhakti yang murni kepada-Ku.
18.55
bhaktyā mām abhijānāti
yāvān yaś cāsmi tattvataḥ
tato māḿ tattvato jñātvā
viśate tad-anantaram
bhaktyā—oleh bhakti yang murni; mām—Aku; abhijānāti—seseorang dapat mengetahui; yāvān— sejauh mana; yaḥ ca asmi—menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya; tattvataḥ—dalam kebenaran; tataḥ—sesudah itu; mām—Aku; tattvataḥ—dalam kebenaran; jñātvā—dengan mengetahui; visate—ia memasuki; tat-anantaram—sesudah itu.
Seseorang dapat mengerti tentang-Ku menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, hanya dengan cara bhakti. Apabila ia sudah sadar akan Diri-Ku sepenuhnya melalui bhakti seperti itu, ia dapat masuk kerajaan Tuhan Yang Maha Esa.
18.56
sarva-karmaṇy api sadā
kurvāṇo mad-vyapāśrayaḥ
mat-prasādād avāpnoti
śāśvataḿ padam avyayām
sarva—semua; karmaṇi—kegiatan; api—walaupun; sadā—selalu; kurvanaḥ—melakukan; mat-vyapāśrayaḥ—di bawah perlindungan-Ku; mat-prasādāt—atas karunia-Ku; avāpnoti—seseorang mencapai; śāśvatam—yang kekal; padam—tempat tinggal; avyayām—tidak dapat dimusnahkan.
Meskipun penyembah-Ku yang murni yang selalu di bawah perlindungan-Ku sibuk dalam segala jenis kegiatan, ia mencapai tempat tinggal yang kekal dan tidak dapat dimusnahkan atas karunia-Ku.
18.57
cetasā sarva-karmaṇi
mayi sannyasya mat-paraḥ
buddhi-yogam upāśritya
mac-cittaḥ satataḿ bhava
cetasā—oleh kecerdasan; sarva-karmaṇi—segala jenis kegiatan; mayi—kepada-Ku; sannyasya—meninggalkan; mat-paraḥ—di bawah perlindungan-Ku; buddhiyogam—kegiatan bhakti; upāśritya—berlindung kepada; mat-cittaḥ—sadar kepada-Ku; satatam—selama dua puluh empat jam sehari; bhava—jadilah.
Dalam segala kegiatan, hanya bergantung kepada-Ku dan selalu bekerja di bawah perlindungan-Ku. Dalam bhakti seperti itu, sadarilah Aku sepenuhnya.
18.58
mac-cittaḥ sarva-durgāṇi
mat-prasādāt tariṣyasi
atha cet tvām ahańkārān
na śroṣyasi vinańkṣyasi
mat—dari-Ku; cittaḥ—menjadi sadar; sarva—semuanya; durgāṇi—rintangan; mat-prasādāt—atas karunia-Ku; tariṣyasi—engkau akan mengatasi; atha—tetapi; cet—kalau; tvām—engkau; ahańkārat—oleh keakuan palsu; na śroṣyasi—tidak mendengar; vinańkṣyasi—engkau akan hilang.
Kalau engkau sadar akan-Ku, engkau akan melewati segala rintangan kehidupan yang terikat atas karunia-Ku. Akan tetapi, kalau engkau tidak bekerja dengan kesadaran seperti itu melainkan bertindak karena keakuan palsu, dan tidak mendengar-Ku, engkau akan hilang.
18.59
yad ahańkāram āśritya
na yotsya iti manyase
mithyaiṣa vyavasāyas te
prakṛtis tvāḿ niyokṣyati
yat—jika; ahańkāram—dari keakuan palsu; āśritya—berlindung; na yotsye—aku tidak akan bertempur; iti—demikian; manyase—engkau berpikir; mithyā eṣaḥ—ini semua palsu; vyavasāyaḥ—ketabahan hati; te—milikmu; prakṛtiḥ—alam material; tvām—engkau; niyokṣyati—akan menjadikan sibuk.
Kalau engkau tidak bertindak menurut perintah-Ku dan tidak bertempur, maka engkau akan salah jalan. Menurut sifatmu, engkau akan diharuskan ikut berperang.
18.60
svabhāva-jena kaunteya
nibaddhaḥ svena karmaṇā
kartuḿ necchasi yan mohāt
kariṣyasy avaśo 'pi tat
svabhāva-jena—dilahirkan dari sifatmu sendiri; kaunteya—wahai putera Kuntī ; nibaddhaḥ—terikat; svena—oleh milik anda sendiri; karmaṇā—kegiatan; kartum—melakukan; na—tidak; icchasi—engkau suka; yat—itu yang; mohāt—oleh khayalan; kariṣyasi—engkau akan berbuat; avāsaḥ—tidak dengan sukarela; api—walaupun; tat—itu.
Akibat khayalan, engkau sekarang menolak bertindak menurut perintah-Ku. Tetapi didorong oleh pekerjaan yang dilahirkan dari sifatmu sendiri, engkau akan bertindak juga, wahai putera Kuntī .
18.61
īśvaraḥ sarva-bhūtānāḿ
hṛd-deśe 'rjuna tiṣṭhati
bhrāmayā n sarva-bhūtāni
yantrārūḍhāni māyayā
īśvaraḥ—Tuhan Yang Maha Esa; sarva-bhūtānām—terhadap semua makhluk hidup; hṛt-deśe—di sekitar jantung; Arjuna—wahai Arjuna; tiṣṭhati—tinggal di; bhrāmayā—menyebabkan berjalan; sarva-bhūtāni—semua makhluk hidup; yantra—pada sebuah mesin; ārūḍhani—dengan ditempatkan; māyayā—di bawah pesona tenaga material.
Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang, wahai Arjuna, dan Beliau mengarahkan pengembaraan semua makhluk hidup, yang duduk seolah-olah pada sebuah mesin terbuat dari tenaga material.
18.62
tam eva śaraṇaḿ gaccha
sarva-bhāvena bhārata
tat-prasādāt parāḿ śāntiḿ
sthānaḿ prāpsyasi śāśvatam
tam—kepada Beliau; evā—pasti; śaraṇam gaccha—serahkan diri; sarva-bhāvena—dalam segala hal; bhārata—wahai putera Bhārata ; tat-prasādāt—atas karunia Beliau; param—rohani; śāntim—kedamaian; sthānam—tempat tinggal; prāpsyasi—engkau akan memperoleh; śāśvatam—kekal.
Wahai putera keluarga Bhārata, serahkanlah dirimu kepada Beliau sepenuhnya. Atas karunia Beliau engkau akan mencapai kedamaian rohani dan tempat tinggal kekal yang paling utama.
18.63
iti te jñānam ākhyātaḿ
guhyād guhyataraḿ mayā
vimṛśyaitad aśeṣeṇa
yathecchasi tathā kuru
iti—demikianlah; te—kepadamu; jñānam—pengetahuan; ākhyātam—diuraikan; guhyāt—daripada rahasia; guhya-taram—lebih rahasia lagi; mayā—oleh-Ku; vimṛśya—mempertimbangkan; etat—pada ini; aśeṣeṇa—sepenuhnya; yathā—sebagai; icchasi—engkau suka; tathā—itu; kuru—lakukan.
Demikianlah Aku sudah menjelaskan pengetahuan yang lebih rahasia lagi kepadamu. Per
timbangkanlah hal-hal ini sepenuhnya, kemudian lakukanlah apa yang ingin kau lakukan.
18.64
sarva-guhyatamaḿ bhūyaḥ
śṛṇu me paramaḿ vacaḥ
iṣṭo 'si me dṛḍham iti
tato vakṣyāmi te hitam
sarva-guhya-tamam—paling rahasia dari semuanya; bhūyaḥ—ini lagi; śṛṇu—hanya mendengar; me—Diri-Ku; paramam—Yang Mahakuasa; vacaḥ—pelajaran; istah asi—engkau tercinta; me—kepada-Ku; dṛḍham—sangat; iti—demikian; tataḥ—karena itu; vakṣyāmi—Aku bersabda; te—untuk milikmu; hitam—manfaat.
Oleh karena engkau kawan-Ku yang sangat -Kucintai, Aku akan menyabdakan perintah-Ku yang paling utama kepadamu, yaitu pengetahuan yang paling rahasia dari segalanya. Dengarlah pelajaran ini dari-Ku, sebab pelajaran itu demi kesejahteraanmu.
18.65
man-manā bhava mad-bhakto
mad-yājī māḿ namaskuru
mām evaiṣyasi satyaḿ te
pratijāne priyo 'si me
mat-manāḥ—berpikir tentang-Ku; bhava—hanya menjadi; mat-bhaktaḥ—penyembah-Ku; mat-yājī—orang yang sembahyang kepada-Ku; mām—kepada-Ku; namaskuru—menghaturkan sembah sujudmu; mām—kepada-Ku; evā—pasti; eṣyasi—engkau akan datang; satyam—sungguh; te—kepadamu; pratijāne—Aku berjanji; priyaḥ—tercinta; asi—engkau adalah; me—bagi-Ku.
Berpikirlah tentang-Ku senantiasa, menjadi penyembah-Ku, bersembahyang kepada-Ku dan bersujud kepada-Ku. Dengan demikian, pasti engkau akan datang kepada-Ku. Aku berjanji demikian kepadamu karena engkau kawan-Ku yang sangat Kucintai.
18.66
sarva-dharmān parityajya
mām ekaḿ śaraṇaḿ vrājā
ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo
mokṣayiṣyāmi mā śucaḥ
sarva-dharmān—segala jenis dharma; parityajya—tinggalkanlah; mām—kepada-Ku; ekam—hanya; śaraṇam—untuk penyerahan diri; vrājā—pergi; aham—Aku; tvām—engkau; sarva—semua; pāpebhyaḥ—dari reaksi-reaksi dosa; mokṣayiṣyāmi—akan menyelamatkan; mā—jangan; śucaḥ—khawatir.
Tinggalkanlah segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.
18.67
idaḿ te nātapaskāya
nābhaktāya kadācana
na cāśuśrūṣave vācyaḿ
na ca māḿ yo 'bhyasūyati
idam—ini; te—oleh engkau; na—tidak pernah; atapaskāya—kepada orang yang tidak bertapa; na—tidak pernah; abhaktāya—kepada orang yang bukan penyembah; kadācana—pada suatu waktu; na—tidak pernah; ca—juga; aśuśrūṣave—kepada orang yang tidak menekuni bhakti; vācyam—untuk dikatakan; na—tidak pernah; ca—juga; mām—menuju-Ku; yaḥ—siapapun yang; abhyasūyati—iri hati.
Pengetahuan yang rahasia ini tidak pernah boleh dijelaskan kepada orang yang tidak bertapa, tidak setia, dan tidak menekuni bhakti—ataupun kepada orang yang iri kepada-Ku.
18.68
ya idaḿ paramaḿ guhyaḿ
mad-bhakteṣv abhidhāsyāti
bhaktiḿ mayi parāḿ kṛtvā
mām evaiṣyaty asaḿśayaḥ
yaḥ—siapapun; idam—ini; paramam—paling; guhyam—rahasia; mat—milik-Ku; bhakteṣu—di kalangan para penyembah; abhidhāsyāti—menjelaskan; bhaktim—pengabdian suci bhakti; mayi—kepada-Ku; param—rohani; kṛtvā—melakukan; mām—kepada-Ku; evā—pasti; esyāti—menjadi; asaḿśayaḥ—tanpa ragu
Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali kepada-Ku.
18.69
na ca tasmān manuṣyeṣu
kaścin me priya-kṛttamaḥ
bhavitā na ca me tasmād
anyaḥ priyataro bhuvi
na—tidak pernah; ca—dan; tasmāt—daripada dia; manuṣyeṣu—di antara manusia; kaścit—siapapun; me—kepada-Ku; priya-kṛt-tamaḥ—lebih dicintai; bhavitā—akan menjadi; na—tidak juga; ca—dan; me—kepada-Ku; tasmāt—daripada dia; anyaḥ—lain; priya-taraḥ—lebih dicintai; bhuvi—di dunia ini.
Tidak ada hamba di dunia ini yang lebih Kucintai daripada dia, dan tidak akan pernah ada orang yang lebih Kucintai.
18.70
adhyeṣyate ca ya imaḿ
dharmyaḿ saḿvādam āvayoḥ
jñāna-yajñena tenāham
iṣṭaḥ syām iti me matiḥ
adhyeṣyate—mempelajari; ca—juga; yaḥ—dia yang; imām—ini; dharmyam—suci; saḿvādam—percakapan; avāyoḥ—milik kita; jñāna—tentang pengetahuan; yajñena—oleh korban suci; tena—oleh dia; aham—Aku; iṣṭaḥ—disembah; syām—akan; iti—demikian; me—milik-Ku; matiḥ—pendapat.
Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasannya.
18.71
śraddhāvān anasūyaś ca
śṛṇuyād api yo naraḥ
so 'pi muktaḥ śubhāl lokān
prāpnuyāt puṇya-karmaṇām
śraddhā-vān—yang yakin; anasūyaḥ—tidak iri; ca—dan; śṛṇuyāt—mendengar; api—pasti; yaḥ—yang; naraḥ—seseorang; saḥ—dia; api—juga; muktaḥ—dengan dibebaskan; śubhān—yang sangat menguntungkan; lokān—planet-planet; prāpnuyāt—dia akan mencapai; puṇya-karmaṇām—milik orang saleh.
Orang yang mendengar dengan keyakinan tanpa rasa iri dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai planet-planet yang menguntungkan, tempat tinggal orang saleh.
18.72
kaccid etac chrutaḿ pārtha
tvayaikāgreṇa cetasā
kaccid ajñāna-sammohaḥ
praṇaṣṭas te dhanañjaya
kaccit—apakah; etat—ini; śrutam—didengar; pārtha—wahai putera Pṛthā; tvayā—oleh engkau; eka-agreṇa—dengan perhatian penuh; cetasā—oleh pikiran; kaccit—apakah; ajñāna—mengenai kebodohan; sammohaḥ—khayalan; praṇaṣṭaḥ—dihilangkan; te—dari engkau; dhanañjaya—wahai perebut kekayaan (Arjuna).
Wahai putera Pṛthā, wahai perebut kekayaan, apakah engkau sudah mendengar hal-hal ini dengan perhatian? Apakah kebodohan dan khayalanmu sudah dihilangkan sekarang?
18.73
Arjuna uvāca
naṣṭo mohaḥ smṛtir labdhā
tvat-prasādān mayācyuta
sthito 'smi gata-sandehaḥ
kariṣye vacanaḿ tava
Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; naṣṭaḥ—dihilangkan; mohaḥ—khayalan;smṛtiḥ—ingatan; labdhā—diperoleh kembali; tvat-prasādāt—atas karunia Mu; mayā—oleh hamba; acyuta—o Krishna yang tidak pernah gagal; sthitāḥ—mantap; asmi—hamba adalah; gata—dihilangkan; sandehaḥ—segala keragu-raguan; kariṣye—Aku akan melaksanakan; vacanam—perintah; tavā—milikMu.
Arjuna berkata: Krishna yang hamba cintai, o Yang tidak pernah gagal, khayalan hamba sekarang sudah hilang. Hamba sudah memperoleh kembali ingatan hamba atas karuniaMu. Hamba sekarang teguh, bebas dari keragu-raguan dan bersedia bertindak menurut perintah Anda.
18.74
sañjaya uvāca
ity ahaḿ vāsudevasya
pārthasya ca mahātmanaḥ
saḿvādam imam aśrauṣam
adbhutaḿ roma-harṣaṇam
sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata; iti—demikian; aham—Aku; vāsudevasya—milik Krishna; pārthasya—milik Arjuna; ca—juga; mahā-ātmānaḥ—dari roh yang mulia; saḿvādam—diskusi; imām—ini; aśrauṣam—sudah mendengar; adbhutam—ajaib; roma-harṣaṇam—membuat bulu roma berdiri.
Sañjaya berkata; Demikianlah saya sudah mendengar percakapan antara dua roh yang mulia, Krishna dan Arjuna. Betapa ajaibnya amanat itu sehingga bulu romaku tegak berdiri.
18.75
vyāsa-prasādāc chrutavān
etad guhyam ahaḿ param
yogaḿ yogeśvarāt kṛṣṇāt
sākṣāt kathayataḥ svayam
vyāsa-prasādāt—atas karunia; śrutavān—sudah mendengar; etat—ini; guhyam—rahasia; aham—Aku; param—paling utama; yogam—kebatinan; yoga-īśvarat—dari penguasa segala kebatinan; kṛṣṇat—datang dari Krishna; sākṣāt—langsung; kathayataḥ—bersabda; svayam—secara pribadi.
Atas karunia Vyasa, saya sudah mendengar pembicaraan yang paling rahasia ini langsung dari Penguasa segala kebatinan, Krishna, yang sedang bersabda secara pribadi kepada Arjuna.
18.76
rājan saḿsmṛtya saḿsmṛtya
saḿvādam imam adbhutam
keśavarjunayoḥ puṇyaḿ
hṛṣyāmi ca muhur muhuḥ
rājan—O Raja; saḿsmṛtya—ingat; saḿsmṛtya—ingat; saḿvādam—amanat; imām—ini; adbhutam—ajaib; keśava—dari Sri Krishna; Arjunayoḥ—dan Arjuna; puṇyam—saleh; hṛṣyāmi—aku senang; ca—juga; muhuḥ muhuḥ—berulang kali.
O Raja, begitu aku berulang kali mengenang percakapan yang ajaib dan suci ini antara Krishna dan Arjuna, aku senang, karena terharu pada setiap saat.
Bhagawad Gita 18.77
tac ca saḿsmṛtya saḿsmṛtya rūpam aty-adbhutaḿ hareḥ
Bhagawad Gita 18.77
vismayo me mahān rājan hṛṣyāmi ca punaḥ punaḥ
tat—itu; ca—juga; saḿsmṛtya—ingat; saḿsmṛtya—ingat; rūpam—bentuk; ati—secara besar; adbhutam—ajaib; hareḥ—milik Sri Krishna; vismayāḥ—terharu; me—milik saya; mahān—mulia; rājan—wahai Baginda Raja; hṛṣyāmi—aku sedang menikmati; ca—juga; punaḥ punaḥ—berulangkali.
O Baginda Raja, begitu saya ingat bentuk Sri Krishna yang ajaib, saya semakin terharu, dan saya berbahagia berulang kali.
Bhagawad Gita 18.78
yatra yogeśvaraḥ kṛṣṇo yatra pārtho dhanur-dharaḥ
Bhagawad Gita 18.78
tatra śrīr vijayo bhūtir dhruvā nītir matir mama
yātrā—di mana; yoga-īśvaraḥ—penguasa kebatinan; kṛṣṇah—Sri Krishna; yatra—di mana; pārthah—putera Pṛthā; dhanuḥ-dharaḥ—pembawa busur dan anak panah; tatra—di sana; śrīḥ—kekayaan; vijayaḥ—kejayaan; bhūtiḥ—kekuatan luar biasa; dhruvā—pasti; nītiḥ—moralitas; matiḥ mama—pendapat saya.
Di manapun ada Krishna, penguasa semua ahli kebatinan, dan di manapun ada Arjuna, pemanah yang paling utama, di sana pasti ada kekayaan, kejayaan, kekuatan luar biasa dan moralitas. itulah pendapat saya.