Ilmu Leak adalah salah satu tehnik tantris bairawa yang condong ke pengiwa, tetapi dalam hal ini arti pengiwa spiritual agama bukanlah kiwa (kiri) yang artinya jahat. pengiwa dalam hal ini diartikan bahwa penekun leak adalah "bhakta durga bairawi" yang menjalankan ritualnya dengan jalan "Catur Marga Yoga". Dengan menjalankan yoga tersebut, penekun leak sebagian besar lebih condong untuk menikmati indahnya dunia dari segi sisi spiritual.
Efek dari menikmati sisi spiritual sendirian di lokasi-lokasi yang memiliki aura spiritual tinggi dan kebanyakan para penekun ilmu leak memulai ritualnya di malam hari. karena kebiasaan tersebut maka mereka para praktisi/penekun ilmu leak lebih condong dimasukkan ke zona pengiwa dalam artian negatif. ini sebenarnya dilandasi rasa iri pribadi yang "kurang" menyukai orang-orang yang berbuat sendiri-sendiri, dan terkesan aneh karena semua dilakukan sendiri.
apa buktinya ilmu leak tersebut tidak bersifat jahat, atau black magic?
mohon diingat, ilmu leak adalah tehnik spiritual yang berbasis agama hindu, dimana penekanan jalan spiritualnya berbasis pada Catur marga yoga dengan dasar kawisesan ilmu leak adalah Dasa Aksara dan Kanda Pat.
Leak dalam Teologi Gama Bali
Keberadaan Sanatana Dharma dengan kitab Weda-nya membawa pengaruh besar bagi kebudayaan masyarakat Indonesia pada umumnya dan Bali khususnya. Pengaruh Weda menyebabkan "masyarakat menghayati keberadaan Tuhan dengan sebuah pembuktian yang tidak dapat dipikirkan dengan akal sehat, yaitu dengan kekuatan ilmu gaib". Dengan kemampuan tersebut seseorang akan dipandang dan dihormati serta disegani, terlebih kemampuan yang dimiliki dipergunakan untuk membantu sesama.
Gama Bali merupakan sistim keyakinan bersumber dari kitab suci Weda dan merupakan agama wahyu yang diterima oleh maharsi berdasarkan pengalaman intuisi spiritual (Aparoksa-Anubhuti) dalam kitab-kitab upanisad, pengalaman-pengalamanya ini bersifat langsung dan sempurna. Pengalaman spiritual para rsi ini merupakan autoritas kebenaran-kebenaran yang tak ternilai dan membentuk kemuliaan Hinduisme (Sivananda, 2003: 2). Kekuatan Spiritual maharsi mampu mendengarkan suara alam yang diwahyukan Tuhan dan dipercaya oleh umat manusia sebagai sebuah ajaran agama yaitu Hindu. Kekuatan spiritual yang diterima maharsi merupakan warisan kepada seluruh umat manusia mencapai kebebasan. Sumber spiritual Hinduisme dalam Kitab suci Weda terdiri dari 4 bagian ditulis dalam bahasa Sansekerta kuno, bahasa Suci India dan Weda merupakan otoritas religius tertinggi bagi hampir semua tradisi Hinduisme. Masing-masing bagian weda memiliki beberapa periode berbeda kemungkinan antara tahun 1500 dan 500 SM. Bagian tertua adalah Reg, Weda berisikan kidung pujian dan doa-doa suci dilanjutkan dengan ritual-ritual pengorbanan yang berkenaan dengan kidung pujian vedik dan terakhir kitab-kitab upanisad. Kitab Upanisad berisikan intisari pesan spiritual Hinduisme, filosofis dan praktisnya (Capra, 2000:80).
Masyarakat Gama Bali mengenal ajaran-ajaran mistik dan sangat dirahasiakan atau sering disebut "Aja Wera". Ajaran tersebut dituangkan dalam teks-teks lokal genius bernafaskan weda yang disebut "lontar", pada zaman kerajaan di Bali masyarakat melaksanakan kehidupan spiritual dengan belajar kediatmikan berupa ajaran-ajaran yang dirahasiakan untuk membantu dan melindungi kerajaan dari musuh. Selain itu ajaran kediatmikan sering dipergunakan membantu sesama, yaitu melindungi masyarakat dari serangan binatang buas, wabah penyakit, serta memahami keberadaan Tuhan. Ajaran kediatmikan mengandung kekuatan gaib dan mistik, sehingga banyak para Mpu, Rsi maupun orang suci dari Jawa datang ke Bali mencapai penglepasan atau Moksa.
Kedatangan orang suci ke Bali memberikan perubahan besar pada kehidupan masyarakat Bali, seperti diangkatnya orang Bali sebagai murid, sehingga ajaran-ajaran Weda menjadi ajaran yang diterima masyarakat berdasarkan Lokal Genius. Orang Bali dapat menjadi seorang pemimpin maupun menjadi seorang brahmana, asalkan menguasai ajaran kesusastraan maupun ajaran rahasia, karena ajaran tersebut menjadikan seseorang cerdas, bijaksana dan memiliki kesidhian melindungi rakyatnya. Tentunya ajaran rahasia tidak mudah dipelajari tanpa adanya tuntunan atau anugrah dari seorang guru maupun Ida Bhatara atau anugrah para Dewa.
ilmu Leak PenengendanIlmu Leak Pengiwa
secara harafiah kiwa artinya kiri dan tengen artinya kanan. kiwa sering diidentikkan lebih mendekati unsur negatif dan tengen diidentikkan sebagai unsur positif. tetapi dalam hal spiritual kiwa-tengen itu suatu hal yang sama, bagai sebuah koin yang memiliki dua sisi yang berbeda.
ini perbedaan ilmu leak kiwa-tengen dalam hal spiritual:
ilmu leak pangiwa
kiwa (aliran kiri) merupakan aliran spiritual yang menjalani hidup "ke-spiritual-anya" sedirian, dengan berlandaskan Bakti Yoga.
praktisi leak yang menyukai kesendirian dalam menjalankan bhaktinya (pemujaan), menikmati sensasi meditasinya sendirian, karena itu para praktisi leak ini lebih menyukai tempat-tempat yang sepi sunyi, yang kurang diminati orang banyak.
Ilmu Leak Penengen
tengen (aliran kanan) merupakan aliran spiritual yang menjalani kehidupan spiritualnya melibatkan orang lain, dengan berlandaskan pada ajaran Karma Yoga.
praktisi leak yang lebih condong melakukan perbuatan-perbuatan dharma sebagai tanda kepatuhannya kepada ajarannya, menikmati vibrasi dan sakti-nya dengan melihat secara nyata perbuatannya membantu serta meringankan beban sesamanya, sehingga praktisi tersebut lebih suka membantu, menolong orang yang membutuhkan.
Ilmu pangiwa dan panengen adalah dasar ilmu kadharman
Artinya kalau ingin mempelajari kadharman, maka harus mengetahui pangiwa dan panengen terlebih dahulu, dengan mengetahui pangiwa dan panengen, maka mengetahui rahasia alam semesta, sehingga mencapai kesadaran dan sempurnalah menjadi seorang manusia.
Kalau kita logikakan apabila seseorang hanya memakai tangan kanan dalam kehidupan sehari-hari, tentu tidak seimbang, tapi jika kedua tangan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka kedamaian dan keseimbangan pasti tercapai, begitu pula saat mempelajari ajaran kadiatmikan, tentunya harus mengetahui pangiwa dan panengen terlebih dahulu sehingga mengetahui kejelekan dan kebaikan, penyakit dan obatnya. Ketika kita sudah mengetahui kejelekan serta dampak yang akan diperoleh, maka kita tidak akan melaksanakannya, sehingga kebaikan dan dharmalah terus dijalankan untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan.
jadi, pangiwa dan panengen itu sama-sama aliran spiritual yang murni sebagai perwujudan bentuk dari YOGA itu sendiri.
bagaimana dengan Leak yang suka menyakiti?
orang bali mengenal kata "UGIG", yang merupakan istilah umum yang diberikan kepada orang yang melakukan kejahatan.
sedangkan kemampuan yang digunakan untuk melakukan perbuatan buruknya (ugig) dikenal dengan istilah "DESTI" dan ajaran yang melandasi perbuatan jahat ini disebut "dharma weci".
Berbagai Macam Sarana Pangleakan
Pengasih-asih
Ilmu Pengasih-asih terdapat dalam ajaran pangiwa, pengasih-asih merupakan pengasih terhadap seseorang. Pengasih-asih memiliki beberapa jenis yakni, pengasih merta, pengasih Asmara, pengasih kekebalan, kalau pengasih merta yakni memberikan sejenis penglaris mudah rejeki, kalau pengasih asmara yakni gunanya untuk menarik wanita atau pria agar sang pemakai disenangi oleh pria atau pun wanita tersebut. Pengasih kekebalan yang disebut juga bergolan yakni gunanya agar sang pemakai ditakuti atau agar orang lain tunduk terhadap sang pemakai. Pengasih-asih sarananya banyak bisa saja berupa rerajahan, bisa saja berbentuk alat perhiasan yg dipasupati dan lain-lain. Ada berbagai macam lontar yang memuat tentang pengasih-asih seperti Suwer Mas,Tanting Mas, Budha Kecapi, Mpu Bahula, Rama dewa, dan Arda Nareswari itulah beberapa lontar yang memuat mengenai pengasih-asih.
Rerajahan
merupakan sarana dari pangleakan. Seseorang yang bisa ngeleak bisa juga menggunakan rerajahan, penggunaan rerajahan sudah tentu dengan cara membeli kepada gurunya yang memberikan ilmu pangleakan tersebut. Mereka hanya bisa melaksanakan apa yang diperintahkan oleh gurunya. Dengan demikian, mereka membeli rerajahan yang sudah jadi, sama seperti kita memebeli handphone kita tidak perlu lagi memikirkan bagaimana cara membuat handphone tersebut, langsung pakai saja secara instan. Cara memasang rerajahan inipun sama dengan cara memasang pepasangan hanya saja sarana (bahan) yang digunakannya berbeda. Pada umumnya rerajahan atau gambar yang digunakan teresebut sangat dirahasaian oleh guru ataupun Balian (dukun) penjual karena hal itu merupakan pendapatan yang luar biasa besarnya apabila dengan bantuannya itu yang di bantu dengan rerajahan tersebut berhasil.
Cetik
yang berarti racun tersebut memiliki beberapa jenis cetik yakni ada yang bernama cadanggaleng, cetik buntek, cetik kerikan gangsa, cetik sukik, cetik sukik memiliki beberapa bagian juga yakni sukik brahma, sukik wisnu, dan sukik angin. Cetik yang gampang diperoleh yakni cetik kerikan gangsa atau (cetik kerawang) yang bahanya dibuat menggunakan bubuk kerawang (perunggu) bekas parutan gamelan. Cara memasangnya juga sangat sulit karena kadang-kadang bisa mengenai orang lain (salah sasaran), maka calon korbannya atau kalau orang yang akan dikenai juga lihai memiliki ilmu panengen atau pangiwa yang lebih tinggi tingkatnnya, cetik tersebut bisa mengenai pemasangnya. Dengan demikian, akan terjadi proses senjata makan tuan, tanda-tanda orang yang terkena penyakit cetik jenis ini, adalah cekehan (batuk-batuk) tubuhnya makin lama makin kurus dengan demikian, orang yang dikenai cetik jenis ini akan banyak mengahabiskan dana pengobatan dan akhirnya tidak dapat tertolong juga (meninggal). Cetik kebanyakan bersumber dari alam, contohnya ialah cetik lis busung yang dirajah yang dapat dipergunakan dengan mudah, dan banyak lagi bahan-bahan cetik yang bersumber dari alam.
Pangleakan
Dasar kita beragama hindu di Bali percaya akan adanya konsep Rwa Bhineda, ada baik-buruk, ada hitam- putih dan ada pangiwa dan panengen. Pangleakan berasal dari ajaran pangiwa, leak yang berasal dari kata LI=lintang, AK= aksara Lintang aksara diartikan sebagai kekuatan dalam diri yang diperoleh dengan menarikan aksara dengan kekuatan jnana. Pangleakan bermanfaat bisa mengobati orang dengan ilmu pangleakan, bisa membantu orang dengan pangleakan, namun bila pangleakan dipergunakan untuk hal-hal yang tidak baik sangatlah mudah, karena jauh lebih gampang melaksankan hal yang tidak baik, berhubungan dengan konsep yoga yakni yoga kundalini teorinya mengatakan bahwa untuk membangkitkan api dalam diri mulai dari lubang anus dan alat kelamin itu disebut Numuladara cakra, kalau itu dimanfaatkan ditarik ke atas dan dibawa kedepan itulah yang disebut dengan pangleakan, kalau hal itu dimanfaatkan lewat tulang punggung adalah sumsuna idadanpindala itu ditarik naik ke Siwaduara (ubun-ubun) jadilah yoga murni untuk kebaikan dan mestinya pangleakan itu bisa digunakan untuk kebaikan.
Berhubungan dengan pangleakan yang memiliki sifat baik dan buruk, kalau kita menggunakan pangleakan untuk kebaikan ada yang disebut dengan Satwika, Tamasika, Rajasika, kalau kita menggunakan pangleakan yang identik dengan Rajasika dan Tamasika watak dari Rajasika sangat mirip dengan watak seorang raja yakni ingin menguasai segala sesuatunya dengan paksa waluaupun dengan cara tidak baik, diantara Rajasika setiap kita membicarakan masalah pangleakan apalagi digunakan untuk hal yang buruk cepat sekali dipengaruhi dengan sifat yang namanya TRIMEDA, itu tertuang dalam ilmu pangiwa salah sati ajaran yang Aje Wera (dirahasiakan) ada sifat Trimeda, yang dijabarkan ada tiga sifat yang tidak baik yaitu;
Sasar yang berarti sesat,
Lobha yang berarti serakah, dan
Murka yang berarti pamurtian dengan jalan ngeleak, ngeleakin dan ngelekas (berubah menjadi leak).
Berhubungan dengan hal itulah maka pangleakan dibenci oleh masyarakat banyak karena sering sekali pangleakan tersebut disalahgunakan atau ngewegig untuk mencelakai orang bahkan membunuh orang, memasang guna-guna, cetik, pengasih-asih dan Anesti Aneluh Anerangjana.
Mantra Ilmu Leak
Mantra merupakan sebuah kata yang sangat sakral dan religus, diucapkan oleh banyak orang terutama yang meyakini mantra tersebut. Jika seseorang memantra dengan pikiran ditujukan terhadap sebuah objek, maka mantra tersebut akan hidup, begitu pula sebaliknya, sehingga orang yang mengucapkan mantra harus memiliki pikiran yang fokus.
Mengucapkan mantra dapat berupa weda maupun bahasa sehari-hari, sebab "inti dari pengucapan sebuah mantra adalah fokusnya pikiran", meskipun pengucapan mantranya sampai membuat orang gembira, tapi tidak diimbangi dengan fokusnya pikiran, maka tak akan ada gunanya mantra tersebut. Mantra dan pikiran merupakan satu kesatuan yang wajib dipelajari dan dilatih oleh para penekun kediatmikan, sebab kedua hal tersebut ibarat korek api dan pematiknya, jika korek tersebut tidak dipatik, maka tak akan mengeluarkan api begitu pula sebaliknya.
Mantra-mantra terdapat dalam ilmu Leak mantra-mantra dipergunakan hampir sama dengan mantra yang sering diucapkan para rohaniawan, mantra dalam ilmu leak menyebutkan beberapa istilah-istilah dalam Gama Bali terutama Dewa dan butha, serta paling terpenting adalah kesiapan diri seseorang untuk mempelajari ilmu leak ini.
Hal ini termuat dalam Tutur Pangiwa, sebagai berikut:
1b. Aji Pangleakan utawi pangiwa, ong awigenam astu. Iki pinaka dasaring pangiwa, yan sira mahyun manggelaraken pangiwa, iki maka pangawit gelaraken ring sarira, iki pasiwyan pangiwa, nga., salwiring pangiwa, wenang iki regepakena rumuhun, iki maka pasiwanya, phalanya sidha kahidep denta, wetu ikang sariranta, kadi iki regepang: Bhutane di sarira mwah dewane di sarira, ne rumaksa ring sariranta, dewa ring jero, bhuta ring jaba
Terjemahannya:
Aji Pangleakan atau pangiwa, Ong Awigenam astu, ini adalah dasar dari pangiwa, apabila seseorang berkeinginan mempelajari pangiwa, ini semua diawali dari dalam diri. Ini adalah Pasiwyan Pangiwa namanya, semua pangiwa perlu dipikirkan terlebih dahulu, setelah dipersiapkan dalam diri maka yang akan dipejari nantinya adalah tentang bhuta dan Dewa yang terdapat dalam diri manusia, dimana Dewa di dalam dan butha di luar.
Mantra-mantra dalam ilmu leak, memiliki ciri-ciri khusus, yaitu hampir semuanya menyebutkan istilah-istilah tentang kemarahan, keangkuhan, kesombongan, ingin menguasai, paling hebat, paling kuasa dan semuanya bersifat keakuan atau ego yang sangat tinggi, bahkan Dewa pun diperintahkan untuk menyembah. Jadi "ilmu leak ini merupakan pembangkitan kekuatan dalam tubuh seseorang,sehingga menjadi lebih percaya diri dan memotivasi seseorang untuk membangkitkan kekuatan diri dalam tubuh manusia".
Ciri-ciri tersebut, memang benar adanya, sebab kekuatan dalam diri yang ada dalam mantra-mantra ilmu leak, sebenarnya motivasi dalam diri untuk "kebangkitan rasa superior dalam diri" yang dibentuk ego manusianya,
berikut beberapa mantra-mantra dalam ilmu leak:
Iti Pangiwa Cambra Berag, sa., kasa ne genten surat kadi iki rajahanya ring sor. Mantra ngalekasang, ma: Ong yang nini mala, tan sang angungkuli I Cambra Berag megulung kurung, tumurun ring Indraprasta, amungkah sakwehing guna kawisesan,muwah kasaktyan. Yang Nini Saraswati pangaris wong angleak, apan aku angaji ing leyak, Ah3x, wetu kawisesan, mlesat aku i cambra berag ring akasa, sumurup ring kuranta bolong, ring tengahing Sang Hyang Surya, apan aku I Cambra Berag amurtining lewih ring Sang Hyang Surya, mangendih gunankune ring tengahing Sang Hyang Surya, sing tumoning kasaktyaning hulun padha sinunglap, tuminghalin awak sariranning hulun,AH3X, tuhun aku ka mrecapada, anuwut aku rante mas, tumurun ka mrecapada angepang-ngepang, I Cembra Berag magelung kurung, apan I Cambra Berag lewehing kasaktyane ring mercapada, tan hana waniya, apan aku saktining lewih pangleakane, sing teka pada anembah ring awah sariranku. Mijil I Leyak Putih ring wetan, I Siwagandhu angadakang I Leyak Putih ne ring aku, mijil I Leayak abang ring kidul, I Calonarang angadakang I Leyak Barak nembah ring aku, mijil Leyak Kuning saking Kulon, sang paripurna angadakang I Leyak Kuning, nembah ring aku, mijil I Leyak ireng saka lor, sang nagalomba angadakang I Leyak Ireng, pada nembah ring aku, AH3X, angadeg aku I Cambra Berag megelung kurung, sing kadleng pada nembah sakwehing mabayu tan kawasa angucap-ucap awak sarirankune, apan aku sakti, tan hana weni ring aku, sing teka pada nembah, sing teka pada dungkul..... (dan seterusnya)
Ajaran I Cambra Berag merupakan ajaran pangiwa dalam ilmu leak, mantra dalam ajaran tersebut menunjukan kesombongan dan keangkuhan, dibuktikan dengan penyebutan kata aku, kata aku menunjukan ego, seperti kutipan baris akhir mantra di atas, ”apan aku sakti, tan hana weni ring aku, sing teka pada nembah, sing teka pada dungkul” (karena aku adalah paling sakti, tidak ada yang berani dengan aku, semuanya menyembah kepada aku dan semuanya tunduk pada aku)
Kekuatan mantra ilmu leak hampir semuanya berisikan tentang pengider-ider, atau arah mata angin. Hal ini dilakukan agar kekuatan alam semesta dari berbagai penjuru dengan kekuatan berbeda-beda dapat merasuk dalam diri seseorang tersebut, sehingga akan menambah magis atau kegaiban yang memicu seseorang mencapai kesidhian,
berikut kutipan mantra ilmu leak tentang pengider-ider:
Iki I Panca butha, nga. Yan dijaba mawak dhengen, mwah kadi iki, Sanghyang Iswara jumeneng ring papusuha, kairing dening butha putih -/- Sang Hyang Brahma jumeneng ring hati ingiring de butha /2a/bang, Sanghyang Mahadewa jumeneng ring ungsilan, kahiring dening butha jenar, Sanghyang Wisnu jumneng ring nail, hati, ampru, kahiring de Bhuta ireng. Sanhhyang Siwa jumeneng ring unduh-unduhaning hati, ingiring dening I Butha mancawarna, genahnya ring undhuh-undhuhaning hati. Telas mangkana dening pangeregepang (aji pangiwa).
Berdasarkan hal tersebut di atas mantra-mantra dalam ilmu leak memakai mantra-mantra Gama Bali dengan penyebutan beberapa ajaran-ajaran yang memang diajarakan dalam teologi lokal masyarakat Bali oleh leluhur masyarakat Bali, contohnya pengider-ider, dewa-dewa, aksara suci dan lain sebagainya.
Aksara-aksara suci dalam Ilmu Leak
Konsep Teologi Weda - Gama Bali merupakan sebuah konsep tentang ketuhanan yang meliputi banyak unsur, salah satunya adalah aksara-aksara suci. Disebut aksara suci karena memang aksara ini mempunyai kekuatan gaib atau magis religius untuk menyucikan atau membersihkan sesuatu. Aksara ini pada umumnya dopergunakan sewaktu ada upacara agama atau dalam pengobatan. Aksara suci terdiri dari 1). Aksara Wijaksara dan 2). Aksara Modre (Nala, 2006: 27).
berikut ini sekilas pemaparan tentang Aksara suci dalam Ajaran Ilmu Leak:
Aksara bijaksara (bija = benih, biji) terdiri dari aksara swalalita ditambah dengan aksara amsa (U O Ā) atau berupa ulu chandra, kecuali aksara ah, aksara bijaksara terdiri dari eka aksara ongkara, dwi aksara dan tri aksara, panca aksara, dasa aksara, catur dasa aksara dan sad dasa aksara, misalnya:
û (Ung), ö (Ang), m‰ (Mang). (Nala, 2006: 27-28)
Aksara modre lebih berfungsi dan bersifat sebagai lambang, simbol atau niasa dibandingkan penggunaanya sebagai aksara untuk berkomunikasi. Aksara modre merupakan aksara yang ditutup anusuara, yang sulit untuk dibaca karena memperoleh berbagai perlengkapan, busana, pengangge aksara dengan berbagai variasinya, tidak sesuai dengan aturan tata bahasa bali, apalagi ditulis dengan sebuah gambaran atau tulisan berwujud simbol atau lambang berkekuatan magis religius. Untuk membacanya dibutuhkan buku petunjuk khusus yang telah disusun untuk keperluan tersebut, kitab yang dimaksud adalah Krakah, krakah modre, krakah modre aji griguh, tutur krakah durakah. Aksara Modre memiliki kekuatan magis dan spiritual religius sangat tinggi, karena mengandung kekuatan inti dari para dewa, terutama Dewa Tri Murti, itulah dikatakan bermanfaat apabila diterapkan dengan banar dan tepat, terutama dalam bidang usada (pengobatan) (Nala, 2006: 28)
Kekuatan aksara-aksara suci menurut Hindu, merupakan sebuah kekuatan dari sinar Tuhan, apabila aksara tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dan diperlakukan demi kepentingan orang lain, maka masyarakat akan banyak dibantu, terutama masalah pengobatan dan apabila seseorang salah menerapkan aksara-aksara suci tersebut, maka dipastikan banyak penderitaan yang akan terjadi tidak saja diri sendiri, tapi juga orang lain
Orang yang mampu membaca aksara suci merupakan orang suci, karena aksara-aksara suci merupakan lambang dari para dewa, hanya orang sucilah yang mampu menembus alam dewa, tapi banyak orang suci yang menyalahgunakan kesucianya dengan memberdaya orang lain, sehingga hidupnya menderita dan berpengaruh pada anak cucunya. Siapapun yang mampu menyolahkan sastra (menarikan sastra), maka dia akan diberikan sebuah hak, seperti hak preogratif untuk melakukan apapun didunia ini, jika dipergunakan untuk kebaikan, maka dia mampu menjadi orang yang tak terkalahkan dalam membantu sesama yang memiliki kesalahan, namun jika dipergunakan untuk kejahatan dengan mudahnya menyakiti orang, cukup dengan pandangan mata saja, tapi jika orang tersebut tidak kekiri atau kekanan, tapi lurus ke atas, maka orang ini akan mencapai penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Aksara suci yang terbagi dalam aksara bijaksara serta modre sebagai sebuah simbol berperanan menambah kekuatan magis religius usada di Bali. Setiap balian usada mesti menguasai tentang pembuatan, fungsi, makna dan cara penggunaan aksara suci Bali tersebut sebagai sarana dalam pengobatan dan mempercepat proses pengobatan pasiennya. Oleh karena itu para balian ini harus mempelajari dengan benar dan sungguh-sungguh tentang tulisan dan makna dari masing-masing aksara tersebut dan tata cara penggunaanya. Jikalau salah dalam penulisan dan pemanfaatnya serta ritual yang mengiringinya akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan baik oleh balianya sendiri maupun pasienya. Penulisan aksara ini tidak boleh sembarangan, ada aturan yang harus diikuti dan ditaati oleh setiap balian yang mau menerapkan aksara suci dalam pencegahan, pengobatan, kewibawaan, kesehatan dan rehabilitasi (Nala, 2006: 32-33)
Balian yang mendalami tentang pengangge aksara, terutama Balian Pangiwa, disebut menguasai ajaran Durga. Penyebutan ini didasarkan atas tujuan penguasaan ilmu ini disasarkan dan diarahkan ke hal-hal negatif atau kiwa yang sejalan dengan tujuan keberadaan dewi atau Bhattari Durga. Bhattari Durga bertempat di Pura Dalem dekat kuburan. Ketika berada di Sorgaloka, sebagai istri Dewa Siwa, Dewi Durga berparas cantik disebut Dewi Uma. Pada suatu ketika Dewi Uma berbuat kesalahan, kemudian dikutuk menjadi Durga dan makanannya adalah mayat. Pada suatu hari tidak ada orang yang meninggal, sehingga Dewi Durga kelaparan, kemudian beliau beryoga memohon anugrah kepada Dewa Brahma, agar mampu membuat penyakit (wabah), sehingga manusia jatuh sakit dan meninggal. Melihat ketekunan Dewi Durga, maka Dewa Brahma memberikan anugrah, tetapi orang terkena wabah adalah orang perbuatan di dunia menyalahi dharma atau kebenaran. Jika seseorang sudah berbuat dharma, berbuat kebajikan dalam menjalani kehidupanya didunia, hidup sesuai aturan kesehatan, maka dia tidak akan terkena wabah yang disebar Dewi Durga. (Nala, 2006: 48-49)
Setiap aksara mengandung sebuah kekuatan magis, jika aksara satu saja diputar-putar atau dimainkan kemudian diarahkan ke tujuanya, pasti akan ada reaksi, contoh jika aksara Ongkara Sungsang ( ¹) ditempatkan di setiap sudut pengusung bade ditambah dengan kekuatan dasabayu, maka berapapun pengusung bade akan merasa berat untuk mengangkat bade tersebut, begitu pula sebaliknya, jika ongkara ngadeg ( ý ) ditempatkan disetiap sudut, meskipun pengusung hanya beberapa orang, namun bade terasa ringan jika diangkat itulah kehebatan orang yang dapat memainkan sastra.
Di Bali para Balian Pangiwa sering memanfaatkan pengangge aksara untuk tujuan membencanai orang lain. Tujuanya bertentangan dengan dharma, pengangge aksara wisah ( ; ) dapat dipergunakan untuk aneluh, sebuah kemampuan membuat teluh. Teluh merupakan sosok mahluk mirip manusia dengan muka bengkak besar, mata mencorong, seperti rangda. Bila mampu menggabungkan pengangge aksara wisah ( ; ) dengan taling ( e ), maka kemampuanya dapat dipergunakan untuk anerangjana, suatu kemampuan untuk terangjana. Terangjana adalah sosok lawat atau bayangan mahluk berwujud manusia. Jika Pengangge Wisah ( ; ) , taling ( e ), dan cecek ( .... ) ) digabungkan jadi satu dapat dipergunakan untuk anuju, suatu kemapuan untuk membuat tuju teluh, berarti dia mampu membuat sosok mahluk mirip manusia dengan berbagai bentuk yang menakutkan sesuai dengan sasaran yang dituju. Agar mampu mengubah diri menjadi binatang atau bentuk lainya dipergunakan pengangge Wisah ( ; ), taling ( e ),, cecek ( .... ) ) dan suku (... .u), sehingga menjadi ( ;;*e e*** *,.u.u ),, maka dia disebut Leak, leak adalah sosok mahluk manusia yang tampak seperti binatang atau benda lainnya akibat mata orang tersihir atau terhipnotis oleh kekuatan gaib yang dipancarkan oleh badan orang yang menjadi Leak tersebut. Leak tingkat pertama adalah leak rendah yang baru bisa menjadi kera, tingkat kedua menjadi kambing, tingkat ketiga menjadi bangkal, tingkat keempat menjadi ular, bahkan mobil, pada tingkat lima menjadi gegendu (kerbau kaki tiga), tingkat enam menjadi Bade pengusung mayat, tingkat tujuh menjadi pudak sitegal atau wanita cantik, tingkat delapan menjadi waringin sungsang (pohon beringin terbalik), tingkat sembilan menjadi sinar atau apapun yang diinginkanya. Apabila sudah mencapai tingkat sembilan, maka orang tersebut sudah menjalankan aksara dengan bebas, sesuai kemauan, maka dia sudah disebut seorang Desti. Dimaksud dengan Desti adalah kemampuan untuk menyakiti orang lain agar jatuh sakit melalui media, media berupa rambut, kuku, tanah, pakaian, perhiasan dan benda milik target. Apalagi balian tersebut mampu mempergunakan Panca Aksara, Tri Aksara, Dwi Aksara sebagai badan kasarnya, maka dia disebut Raja Agung atau raja besar, ahli Desti Mahautama.(Nala, 2006: 49-51)
Aksara-aksara suci Bali dalam teologi lokal Bali, merupakan warisan para leluhur masyarakat Bali, yang tertuang dalam beberapa teks-teks termasuk juga teks-teks berkaitan tentang ilmu leak, aksara-aksara suci terdapat dalam mantra-mantra ilmu leak, bahkan eka aksara yang merupakan perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sering dipergunakan dalam ajaran ilmu leak, berikut penjelasan tentang eka aksara:
Simbol diatas merupakan perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, terdiri dari Nada merupakan simbol Sang Hyang Parama Siwa, paragayan Purusa; Arda Chandra berbentuk bulan sabit, simbol Sang Hyang Siwa, paragayan Pradana; Windu berbentuk bulatan, merupakan simbol Sang Hyang Sadasiwa, paragayan banci. Ulu Chandra: Ulu Chandra biasanya dipakai menyengaukan huruf-huruf gaib, yang lazim dipergunakan menulis kata-kata bijaksara, weda dan mantra, misalnya s‰,b‰,t‰,ö,÷‰,n‰,m‰,µ, w‰,y‰, Yan mangkana suarania pengundang Dewa. (Nyoka, 1994: 23)
Dalam sastra-sastra ilmu leak yang sering dipergunakan adalah penyatuan terhadap aksara-aksara suci, jika mampu memanunggalkan aksara-aksara tersebut sampai pada tingkat ongkara, maka mereka mendapat sebuah anugrah luar biasa. Aksara tersebut menggabungkan Sodasaksara menjadi Catur Dasa Aksara, Catur Dasa Aksara menjadi dasa aksara, dasa aksara menjadi panca aksara, panca aksara menjadi tri aksara, tri aksara menjadi dwi aksara, dwi aksara menjadi eka aksara yaitu ongkara itu sendiri, maka yang bersangkutan akan mampu berbuat apapun didunia ini, bahkan pada tahap penyatuan.
Dewa-dewa dalam ilmu Leak
Konsep ajaran agama Hindu khususnya pada teologi pastilah berpedoman Pada kekuatan Tuhan atau manifestasi-Nya. Kekuatan manifestasi tersebut terdapat beberapa sebutan kemahakuasaan beliau, seperti Bhattara/bhattari, Dewa-dewa, rerencangan, pepatih dan lain sebagainya, semuanya ini terdapat dalam teologi lokal suatu daerah.
Selain sebutan Tuhan secara khusus, Tuhan juga memiliki sebutan umum, seperti Tuhan mahakuasa, maha pengasih, maha penyayang, maha pengampun dan lain sebagainya, berdasarkan sebutan tersebut Tuhan akan memberikan anugrah kepada siapapun yang berbhakti lebih khusuk dibandingakan orang lainya, sehingga Tuhan juga akan memberikan anugrah kepada umatnya, meskipun permintaan umatnya menyimpang dari ajaran agama, karena tujuanya agar orang yang disakiti lebih sadar menjalankan ajaran dharma, hal tersebut terdapat dalam beberapa lontar, salah satunya lontar kalatattwa:
berikut ini kutipan Lontar kala tattwa:
................kunang yan hana wang wruha ring pengastutyane kita wenang sira aweha kasidyan ta, sapamintanya yogya tuten den ta lawan sawadwan ta kabeh, apan ika wang sanak ta jati. Ki Manusa Jati, sira makaharan kamanusa jati. Ki Bhuta Jati juga wenang arok lawan bhuta kala Durga, Bhuta Kala Durga wenang arok lawan Dewa Bhattara Yang, karaning tunggal ika kabeh, sira manusa, siradewa, sira bhuta. Bhuta ya, Dewa ya, Manusa ya
Artinya:
..................Janganlah memakan yang tak patut dimakan, tetapi apabila ada orang tahu perihal pemujaan terhadap dirimu, maka kamu dapat memberikan anugrah kesidhianmu, apapun yang dimintanya engkau patut memberikanya bersama seluruh rakyatmu, oleh karena orang yang demikian itulah saudaramu yang sesungguhnya. Ia disebut sebagai manusa sejati, manusa sejati dapat bercampur dengan Bhuta Kala Durga. Bhuta Kala Durga dapat bercampur dengan Dewa Bhattara Hyang, karena semua itu adalah satu, ia adalah manusia, ia adalah dewa, ia adalah butha, bhuta adalah ia, Dewa adalah ia, manusia adalah ia.
Dari kutipan diatas disebutkan nahwa sabda Bhattari Uma dan Dewa Siwa kepada putra beliau Bhattara Kala, kemudian diberi gelar Bhattari Durga, sebagai anugrah Bhattari Uma di muliakan di Pura Dalem, Sang Hyang Panca Mahabhuta nama Bhattara Kala yang lain, karena beliau sebagai dewa segala yang dahsyat dan beliau di puja di Pura Baleagung.
Bhattara Siwa bersabda:
Aum putraku, mulai saat ini engkau kuberi nama Hyang Kala, engkau patut tinggal di Desa Pakraman. Engkau boleh mengambil jiwa manusia ataupun binatang setiap tahun pada sasih kasanga, terutama menghukum orang berdosa, jahat, bersenggama tidak sesuai dengan sila-krama, dharma sasana dan agamanya.
Sabda Bhattara Siwa tersebut, memiliki makna terdalam, sabda tersebut berisikan ajaran tentang etika sebagai orang beragama, jika ditaati, maka manusia akan bahagia selamanaya, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu seseorang yang merasa hidupnya menderita, mesti berintrospeksi diri, agar dapat hidup lebih baik lagi, siapa tahu penderitaan kita hadapi saat ini adalah karena ulah kita sendiri, menyebabkan Bhattara kala merasuk dalam diri kita sebagai manusia. Disamping itu di jelaskan pula siapapun yang datang hendak memohon anugrah pasti dapat dikabulkan asalkan permohonan dilakukan dengan kasih dan penuh bhakti, termasuk juga memohon kesidhian menerapkan Ilmu Leak dan menyakiti seseorang.
"Tuhan dalam wujudnya berbentuk sinaradalah maha pemberi dan maha pengasih", jadi ketika seseorang meminta sebuah penyakit untuk dikirim ke dalam tubuh orang lain, Tuhan pasti mengabulkan, asalkan dilakukan dengan penuh hati dan cinta dan karma tetap berjalan dan ditanggung dalam kehidupanya. Meskipun demikian tidak sembarang orang bisa disakiti, tentu orang tersebut memiliki kesalahan, berbuat jahat, berdosa, sehingga dengan adanya penyakit menyerang orang tersebut, diharapkan agar sadar dan tidak mengulangi perbuatanya lagi, inilah pesan moral luar biasa, yaitu mengajarkan orang untuk meminta maaf dan bertaubat.
Wujud anugrah Tuhan kepada umat, terdapat juga dalam kitab suci Bhagawadgitha, IX, 22, yaitu:
Ananyas cintayanto mam Ye janah paryupasate Tesam nityabhiyuktanam Yoga-ksenam vahamy aham (Bhagawad gita IX.22)
Artinya:
Mereka yang hanya memuja-Ku saja, tanpa memikirkan yang lainnya serta dengan senantiasa penuh pengabdian, kepada mereka-Ku bawakan apa yang mereka minta dan melindungi apa yang mereka miliki.
Agama Hindu mengenal manifestasi Tuhan yang disebut Dewa-dewa, Dewa ini merupakan sinar Tuhan yang menguasai alam semesta, diantara para dewa, sembilan dewa sangat terkenal dan sering disebutkan dalam beberapa teks ilmu Leak sembilan dewa itu disebut Dewata Nawa Sanga penguasa 9 penjuru mata angin. Dewata Nawa Sanga merupakan sembilan dewa utama dalam agama Hindu, beliau memiliki peran penting di dunia ini,
seperti
menjadi guru dewa yang telah menurunkan berbagai ilmu pengetahuan kepada manusia, serta menuntun kita menuju moksa. Dewata Nawa Sanga merupakan penguasa arah angin dan menjadipelindung serta meberikan vibrasi kesucian di setiap hari. Dewata Nawa Sanga terdiri dari tiga kata, yaitu: Dewa berarti sinar suci Tuhan, Nawa berarti sembilan, Sangga berarti kumpulan. Jadi Dewata Nawa Sanga berarti kumpulan sembilan dewa utama dalam agama Hindu. (Pekandelan, 2009: 5)
Dewa-dewa tersebut antara lain:
Dewa Iswara penguasa arah timur
Dewa Brahma Penguasa arah Selatan
Dewa Mahadewa penguasa arah barat
Dewa Wisnu penguasa arah utara
Dewa Maheswara penguasa arah Tenggara
Dewa Rudra penguasa arah Barat Daya
Dewa Sangkara penguasa arah Barat Laut
Dewa Sambhu penguasa arah Timur Laut
Dewa Siwa penguasa arah Tengah
Kekuatan Dewata Nawa Sanga ini merupakan kekuatan Tuhan yang menguasai alam semesta dengan kekuatan penjuru mata angin, kekuatan Dewata Nawa Sanga sering dipergunakan dalam berbagai macam yajna di Bali, bahkan dalam ilmu kediatmikan sering dipergunakan untuk menambah kekuatan, sehingga semakin berguna ilmu yang sedang dipelajari, bahkan para pendeta di Bali pasti memakai kekuatan Dewata Nawa Sanga untuk melindungi diri beliau sebelum melaksanakan swadharmanya. Hal ini dibenarkan dalam teks Pudak Sategal.
berikut ini kutipan mantra pudak setegal:
Panugrahan Salwiring Gawe: Iki Panugrahan Salwiring Gawe, sasantun jinah, 250, sasapan sasantun, konkoning Bhagawan Swakrama angrumakas salwiring gawe, aja ta mamiruda manusa iki, tadah sajin ingsun, tlas. Kasidyana mantra, reh ngranasika, ma.,” Ang Sang Hyang Candra Wisesa, Sang Hyang Prabangkara Wisesa, Sang Hyang Murti Jati Wisesa, Sang Hyang Siwa Pramana, Sang Hyang Kawisesa, saptha munggah ring ngelak-lakan ning ulun, bungkah ing atin ngulun, Ong Siwa muksah ring langit, Ong Bhatara Guru muksah mungguh ring Padmasana manik, dening dewata Nawasangha Iswara, Mahesora, Brahma, Ludra, Maha dewa, Singkara, Wisnu, Sambu, Siwa, Korsika, Garga, Metri, Kurusya, sang Pratanjala, Indra, Baruna, Yama, Kwera, Bayu Bajra Swarana, itinuting marga tiga jnanya, Ong Ang Mang, 3, kumdhap, bayunya ring tngen, muksa miber rin langit, masiluman dadi aku singa putih, umetu aku Sang Hyang Bhagawan Masnu,Ong Ong Ang Mang Sang Bang Tyi Dyi Pyi Kyi,3, wrda amarga ring ambara, putih ring arpanya, Ah, 3, Ong Mang Ung, 3, jeng... (dan seterusnya)
Dewa-dewa dalam ilmu Leak sering dipergunakan dalam ajaran Pangiwa, seperti: Yogan Hyang Siwa Andakaru, Sang Hyang Siwa Tiga, Sang Hyang Siwa Bhuwana, Sang Hyang Raja Pinulah, Sang Hyang Rampetagu, Bhagawan Pu Ceranggah, Sang Hyang Tukuping-bhuana, Durga maya-maya, Durga-werawa, Sang Hyang Lingga Bhuwana, Sang Hyang Durga Catur Wisesa, Sang Hyang Mertyu Wisesa, Sang Surya Ketu
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat disimpulkan kekuatan para dewa juga terdapat dalam kekuatan Pangiwa yang merupakan ajaran ilmu leak. Hal ini menunjukan kekuatan para dewa tersebut, akan berguna dan bermanfaat asalkan sang pemakai mempercayai dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Hal ini menunjukan kekuatan para dewa, selalu dipergunakan karena kekuatan tersebut merupakan ciptaan Tuhan beserta manifestasinya, bertujuan agar manusia dapat sadar dan eling tentang adanya kekuatan besar lainya, selain dirinya sendiri. Jika seseorang tersebut mampu membuka rahasia alam semesta ini dengan sastra-sastra yang ada dan dipergunakan dengan baik tentu akan menambah kesucian kita, sehingga ilmu leak dapat mengantarkan manusia menuju kalepasan menyatu dengan Tuhan dan manifestasi-Nya.
Sarana-sarana dalam Ilmu Leak
Kekuatan sebuah ajaran pada intinya bermula dari konsentrasi pikiran dan fokus mencapai tujuan. Oleh karena itu dipergunakanlah sarana-sarana dalam ritualnya, sarana-sarana tersebut telah disebutkan dalam
kitab Bhagawadgitha, IX, 26, sebagai berikut:
Patram puspam phalam toyam
Yo me bhaktya prayacchati
Tad aham bhakty-upatam
Asnami prayatatmanah (Bhagawad gita IX.26)
Artinya:
Siapapun dengan bhakti mempersembahkan kepada-Ku sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci
secara umum sarana-sarana dalam ritual pangleakan, tentu sama dengan sarana upacara lainya di Bali, karena semuanya produk Bali yang telah dimodifikasi, jadi semuanya ada tingkatanya, yaitu Nista, Madya, Utama dan penjelasan lainya. Kalau utama, maka tebusan dan lain sebagainya pun lebih banyak, karena ini telah menjadi hukum alam.
Berikut beberapa teks yang menjelaskan tentang sarana-saran yang terdapat dalam ilmu Leak:
Iki pengater pengiwa……….. yan mahyun sira weruh mangleak rekep iki tigang kajeng kliwon, maring, natar kamulane, nga, aturan maring Hyang Guru. Maring kemulan, sesayut panca ronga, atanding maiwak sata putih, mapanggang. Ring sang manglekas namping sesayut siddha karya atanding, canang, 11, tanding, sarwa miik asep, menyan, majegau, rengep antuk mantra, wus mangidepang wtuwang mantrane, suing, ping 3. Pinang gni tabunane, mang……. ( dasar Pengiwa )
Pangiwa Siwa Wijaya Iki Pengelesuannia……………Sa : Wastra putih ne suci sekar tunjung putih lawa 9. Sekarang disiwa duara bantenia suci 4, catur warna nganutin genah ulamnia ring sucine 1 itik putih ne purwwa itik mebulu ulam ne daksina, angsa ne pascima banyak ne utara ma-malih ajengan selaan nganutin urip meulam sata catur warna olahan manut ing genah rauhin jajatah lembat asem calon pulung metatakan kelebang don buah miyek sesantun 4, jinahnia pur 5.000 da, 9 ,pa, 7 u, 4.pigung sami 25.000. beras 25, catu ditengah ing latri. (Aji pengeleakan)
Dari dua mantra tersebut diatas dapat diperhatikan, bahwa semakin tinggi tujuan yang akan dicapai, maka sarana yang dipergunakan pun semakin besar, karena labaan yang di berikan semakin banyak untuk mencapai cita-cita penekun ilmu leak tersebut.
Belajar Menjadi Leak
Menurut Jro Mangku Pekandelan (2006: 24-25), Tata cara menjadi Leak Sari ini, berbeda dengan tata cara untuk menjadi Leak Pamoroan, Leak Ugig. Pada malam tanggal apisan, yakni hari pertama terang bulan, diperempatan jalan dihaturkan sajen berupa nasi Tumpeng barak (nasi tumpeng merah), ayam panggang buik (bulu merah), kelapa beras dan uang kepeng yang jumlahnya masing-masing 9 buah. Sajen ini ditaruh di sanggah cukcuk yang ditancapkan diperempatan jalan tersebut. Orang yang akan mempelajari ajaran ini, berdiri menghadap ke selatan, tempat kedudukan Dewa Brahma dan mengucapkan
mantra:
“Om, Ah, Ang Sang Hyang Brahma Wisesa, ingsun aminta lugraha kesaktian. Ong sidhi rastu astu”.
Mantra ini diucapkan tiga kali. Tubuh dilemaskan, napas ditahan beberapa saat, ujung lidah dilipat ke langit-langit. Bayangkan Dewa Brahma bersemayan di hati. Kemudian berputar kekiri (putar kiwa) sambil membaca mantra, mula-mula kearah utara, lalu ke barat kemudian ke timur. Seterusnya tengadahkan kepala ke atas dan kemudian menunduk ke bawah. Ingat, pada setiap arah pandangan itu, mantra tersebut diatas diucapkan sebanyak tiga kali. Selanjutnya bayangkan Dewa Brahma keluar dari hati naik ke atas dan keluar lewat mata kanan atau mulut. Dia memancarkan sinar yang terang benderangmenuju kearah tenggara, tempat kedudukan Dewa Sangkara yang bersenjatakan dupa murub,
mantra:
“Om, Ah, Ang Sang Hyang Brahma Wisesa. Ong agni murub sakalangan, murub angabar-abar sekadi gunung Mahameru, ebek menyeleg panes, bedah ring akasa, tagel betel ring sapta patala, metu gni maring tingale Betara Hyang Parameswara, ring tingale tengen ida metu, mengeseng mengelebur sakwehing….(dasamala) Ong sidhi rastu-astu, poma, poma, poma”.
Berdasarkan hal itu, sarana upacara yang diperlukan dalam proses pelaksanaan ritual pangleakan sama dengan upacara Hindu di Bali, namun tujuanya yang berbeda-beda, sebab sarana adalah sebuah jembatan untuk mencapai sesuatu, termasuk penyatuan terhadap Tuhan melalui proses Ilmu Leak.
Ilmu Leak Pangiwa menjadi Kambing Hitam perbuatan jahat
mungkin, karena leak pangiwa menyukai kesendiriannya dan lebih tertutup, itu sebabnya banyak orang-orang yang kurang bertanggungjawab "mengkambing-hitamkan leak pangiwa", akibat dari desti yang disebarkan oleh orang ugig.
jadi, sebenarnya leak pangiwa tidaklah seperti pandangan umum orang awam, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan buruk dilakukan oleh penganut leak pangiwa, yang suka berbuat jahat serta suka irihati dan suka menyakiti melangar norma umum agama adalah "orang Ugig dengan jalan Desti".
Cara belajar Ilmu Leak
ilmu leak adalah ilmu spiritual, jadi untuk belajar ilmu leak tidaklah segampang belajar ilmu tenaga dalam ataupun ilmu-ilmu lainnya.
ilmu leak merupakan bagian spiritual hindu, dimana setiap ajarannya adalah jalan Yoga. karena ilmu leak adalah Yoga, maka penerapan Catur Marga Yoga harusnya dilakukan.
adapun contohnya:
untuk menunjukan rasa bhaki para penekun spiritual, maka rajin-rajinlah melakukan "Trisandya" serta melakukan persembahyangan (bhakti yoga)
Kesehariannya tetaplah bersosialisasi - bermasyarakat, suka membantu, gotong-royong dalam berbagai hal positif (karma yoga).
Rajin membaca kitab suci weda, lontar-lontar dharma untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan, agar mengerti baik-buruk sehingga bisa bijak dalam menjalani kehidupan (jnana yoga)
Menjalani tapa brata, pranayama, meditasi dalam usaha penyatuan dengan brahman (raja yoga)
Daftar Pustaka:
Capra, Fritjof. The Tao Of Physics Menyikap Kesetaraan Modern dan Mistisme timur. Bandung: Jalasutra
Kardji, I Wayan. 1999. Ilmu Hitam dari Bali. Denpasar: Upada Sastra.
Kardji, I Wayan. 2006. Tutur Penangkal Ilmu Hitam. Surabaya: Paramita.
Nala, Ngurah. 2006. Aksara Bali Dalam usadha. Surabaya: Paramita.
Nyoka. 1994. Kerakah Modre-II. Denpasar: Ria.
Sivananda, Sri Svami. 2003. Intisari Ajaran Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Titib, I Made. 2003. Teologi & Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
dengan menjalankan ajaran Catur Marga Yoga tersebut secara disiplin, maka ilmu leak akan dapat dengan cepat dikuasai, dan jangan lupa, diatas langit masih ada langit, ilmu leak adalah spiritual, tidak ada yang lebih sakti daripada beliau sang Sakti Durga Dewi yang merupakan Dewi Pujaan para praktisi leak bali. demikian sekilas tentang Ilmu Leak Bali, yang harusnya setiap Orang Bali mengetahui hal tersebut. semoga bermanfaat.