Tuhan hadir dimana-mana. Beliau bersifat wyapi-wyapaka, meresapi segala. Tidak ada suatu tempat-pun yang beliau tiada tempati. Beliau berada di sini dan berada di sana. Tuhan bersifat mahima, maha besar. Banyak Sloka suci Gama Bali menyebutkan hal ini. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Tuhan berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, Ia memenuhi bumi, bumi pada semua arah, mengatasi ke sepuluh penjuru.
dalam Swetaswatara Upanisad dijelaskan bahwa
yo dewo'gnau yo'psu, yo wiswam bhuwanamawisesa, ya osadhisu yo wanaspatisu tasmai dewaya namo namah. (SwetaSwatara Upanisad II. 17)
Terjemahannya:
Sujud pada Tuhan yang ada dalam api, yang ada dalam air, yang meresapi seluruh alam semesta, yang ada dalam tumbuh-tumbuhan, yang ada dalam pohon-pohon kayu.
Seribu dalarn mantra Weda di atas berarti tak terhingga. Tuhan berkepala tak terhingga, bermata tak berhingga, ber-tangan tak berhingga. Semua kepala adalah kepalanya, semua mata adalah matanya, semua tangan adalah tangannya. Walaupun Ia tidak dapat dilihat dengan mata, Ia dapat rasakan kehadirannya pada segala dengan rasa hati.
Di dalam kitab suci Chandogya Upanisad terdapat sebuah percakapan yang menarik tentang kehadiran Tuhan di mana-mana. Percakapan antara seorang ayah dengan anaknya. Anak itu bernama Swetaketu, ayahnya bernama Uddhalaka. Sang anak selalu mohon agar ayahnya menerangkan hakekat Tuhan, yang ingin ia ketahui. Sang ayah-pun menerangkannya dengan berbagai contoh yang mudah dimengerti.
berikut ini kutipan percakapan dalam Chandogya Upanisad :
Lawanam etad udake wadhaya atha ma pratar upasidatha iti; sa ha tatha cakaran; tam howaca yad dosa lawanam udake' wadhah, anga tad ahareti, tad hawamrsya na wiweda; yatha wilinam, ewam.
Terjemahan:
Masukkanlah garam itu ke dalam air ini dan datanglah kepadaku pagi hari. Kemudian itupun kerjakan. Ia (ayah) berkata kepada anaknya: "Garam yang engkau masukkan ke dalam air kemarin malam, bawalah kemari." Ketika ia menengoknya ia tidak melihatnya (garam itu) lagi, karena sudah habis larut semuanya.
Angasyantad acameti: katham iti; lawanam iti; madhyad acameti, katham iti; lawanam iti; antad acameti; katham iti; lawanam iti; abhiprasyaitad athamupasidhata iti; tada ha tatha cakara, tac-ehaswat samwartate; tan howaca; atra wawa kila sat, saumnya, na nibhalayase, atraiwa kila. (Ch. Up. WI. 13. 1. 2)
Terjemahan:
"Silakan cicipi dari ujung ini!" Ia berkata: "Bagaimana?" "Garam". "Silakan cicipi dari tengah-tengah!" "Bagaimana?" "Garam". "Silahkan cicipi dari ujung lain!" "Bagaimana?" "Garam". "Masukkanlah kembali dan nanti datanglah kepadaku!" Ia kerjakan demikian. Hasilnya selalu sama. Kemudian ia (ayah) berkata kepadanya (anaknya) : "Sesungguhnyalah, sayangku, engkau tidak melihat Tuhan. Yang Maha Esa ada di sini. Sesungguhnyalah la ada di sini.
Demikianlah Tuhan diumpamakan seperti garam dalam air. la tidak tampak namun bila dicicipi terasa adanya disana.
Di dalam Swetaswatara Upanisad, Tuhan diumpamakan sebagai api di dalam kayu. Walaupun kehadirannya seolah-olah tidak ada, tapi bila kayu itu digosok api akan muncul. Karena Tuhan berada di mana-mana Ia mengetahui segala. Tidak ada suatu apapun yang Ia tidak ketahui, tidak ada apa-pun yang dapat disembunyikan kepada-Nya. Ia adalah saksi agung akan segala yang ada, saksi agung segala gerak-gerik manusia.
Tuhan yang Tunggal sembunyi pada semua makhluk, menyusupi segala, inti hidupnya semua makhluk, hakim semua perbuatan, yang berada pada semua makhluk, saksi, yang mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apapun.
Karena demikan sifat Tuhan maka orang tidak dapat lari ke manapun untuk menyembunyikan segala perbuatan-nya. Ke manapun berlari akan selalu berjumpa dengan Dia. Tiada tempat sepi yang luput dari kehadirannya.