GAMABALI | Tradisi Bali dan Budaya Bali
Pokok-pokok keimanan dalam Gama Bali dibagi menjadi lima bagian yang disebut dengan Panca Sradha, yaitu percaya adanya Tuhan (Hyang Widhi), percaya adanya Atman, percaya adanya Hukum Karma Phala, percaya adanya Punarbhawa (Reinkarnasi/ Samsara) dan percaya adanya Moksa.
Dalam Gama Bali ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Panca sradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Gama Tirtha di Bali. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup sesorang menuju ke satu tujuan yang pasti. Ke arah kesempurnaan lahir dan batin yaitu Jagadhita dan Moksa. Ada 4 (empat) jalan yang bisa ditempuh, jalan itu disebut Catur Marga.
Percaya terhadap Tuhan (Hyang Widhi) mempunyai pengertian "yakin dan percaya" terhadap Tuhan itu sendiri. Yakin dan percaya ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha Segala-galanya. Hyang Widhi ialah ia yang kuasa atas segala yang ada ini. tidak ada apapun yang luput dari kuasa-Nya.
Hyang Widhi yang disebut juga Brahman, adalah Ia yang kuasa atas segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Hyang Widhi tunggal adanya. Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, MAKA orang membayangkan bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya.
Panggilannya bermacam-macam, Ia dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Siwa sebagai pemralina alam semesta dengan segala isinya, banyak lagi panggilannya yang lain. Ia Maha Tahu, berada di mana-mana. Karena itu tak ada apapun yang dapat kita sembunyikan di hadapan-Nya.
Tuhan (Hyang Widhi) adalah sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada. Di dalam Bhagawad Gita, krisna bersabda sebagai berikut:
Semua mahluk yang diciptakan bersumber dari kedua alam tersebut. Ketahuilah dengan pasti bahwa Aku adalah sumber perwujudan dan peleburan segala sesuatu di dunia ini baik yang bersifat material maupun yang bersifat materail maupun yang bersifat rohani (BG 7.6)
Yang Maha Kuasa, yang tak terjangkau oleh pikiran, yang gaib dipanggil dengan berbagai nama sesuai dengan jangkauan pikiran, namun Ia hanya satu, Tunggal adanya. berikut ini kutipannya:
“Ekam eva adwityam Brahma”
tidak ada yang kedua.
“Eko Narayanad na dityo ‘sti kascit”
Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya
“Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”
Berbeda-beda tetapi satu tidak ada Dharma yang dua.
Orang-orang menyembah dengan bermacam-macam cara pada tempat yang berbeda-beda. Kepada-Nya orang menyerahkan diri dan mohon perlindungan dan petunjuk-Nya agar ia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup ini.
Yang membuat matinya segala makhluk hidup, sekali-kali jangan hendaknya dilakukan dengan menggunakan trikaya, yaitu perbuatan dan pikiran. Adapun yang harus diikhtiarkan dengan trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab itulah yang disebut sila, kata orang arif. [SS 157]
Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada atman, mata tak dapat melihat bila tak ada atman, kulit tak dapat merasakan bila tak ada atman. Atman itu berasal dari Sang Hyang Widhi Wasa, bagaikan matahari dengan sinarnya. Sang Hyang Widhi Wasa sebagai matahari dan atma-atma sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.
Atman dengan badan, laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah Atman yang mengemudikan dan kereta adalah badan. Demikian Atman itu menghidupi sarwa prani (makhluk) di alam semesta ini seperti dalam sloka berikut ini:
- Angusthamatrah Purusa ntaratman Sada Jananam hrdaya samnivish thah Hrada mnisi manasbhiklrto Yaetad, viduramrtaste bhavanti.
- Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia adalah yang paling kecil, yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.
- Jiwatman dapat dipengaruhi oleh karma, hasil perbuatan di dunia ini. Karena itu Atman tidak akan selalu dapat kembali kepada asalNya yaitu Parama Atman (Brahman/Hyang Widhi).
Menurut ajaran Gama Bali Jiwatman orang yang meninggal itu dapat naik ke sorga atau jatuh ke neraka. Orang-orang yang berbuat buruk jatuh ke neraka. Di neraka Jiwatman itu mendapat siksaan. Namun orang-orang suci yang tidak terikat lagi pada ikatan dunia akan sampai ke dalam alam kelepasan (Moksa). Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini).
Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan seseorang. Di dalam Weda disebutkan: “Karma phala ngaran ika palaning gawe hala ayu”
artinya karma phala adalah akibat phala dari baik buruk suatu perbuatan atau karma. Apapun yang diperbuat oleh manusia membawa akibat.
Akibat itu ada yang baik dan ada yang buruk. Akibat yang baik memberikan kesenangan, sedang akibat yang buruk memberikan kesusahan. Oleh karena itu seseorang harus berbuat baik karena semua orang menginginkan kesenangan dan hidup tenteram. Buah dari perbuatan (karma) itu disebut phala. Buah perbuatan itu tidak selalu langsung dapat rasakan atau dinikmati.
Tangan yang menyentuh ES seketika dingin, namun menanam padi harus menunggu berbulan-bulan untuk memetik hasilnya. Setiap perbuatan akan meninggalkan bekas. Ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan dan ada yang abstrak. Bekas-bekas ini disebut "karmawasana". Kitab Wrhaspati Tattwa menerangkan hal ini sebagai berikut:
Wasana ngaranya ikang karma ginawening janma ihatra, ya ta bhinukti phalanya ring paratra ri janmanya muwah, yan ahala, yan ahayu, asing phalanya, kadi angganing dyun wawadahing hinggu, huwus hilang inggunya, ikang dyun inasahan pinahalilang, kawekas, taya ambonya, gandhanya rumaket irikang dyun, ndan yatika wasana ngaranya, samangkana tekang karma wasana ngaranya, yatika umuparengga irikang atma ya ta raga ngaranya, ikang wasana pwa dumadyaken ikang raga, ya ta matangyan mahyun ring karma, harsa salwirikang karma wasana, ikang wasana pwa ya duweg uparengga irikang atma. (Wrhaspati Tattwa 3)
Terjemahan :
Wasana artinya semua perbuatan yang telah dilakukannya di dunia ini. Orang akan mengecap akibat perbuatannya di alam lain, pada kelahiran nanti, apakah akibat itu akibat yang baik atau buruk. Apa saja perbuatan yang dilakukannya, pada akhirnya semua itu akan menghasilkan buah. Hal ini adalah seperti periuk yang diisikan kemenyan walaupun kemenyannya sudah habis dan periuknya dicuci bersih-bersih namun tetap saja masih ada bau, bau kemenyan yang melekat pada periuk itu. Inilah yang disebut wasana. Seperti itu juga halnya dengan karma wasana. la ada pada Atma. Ia melekat padaNya. ia mewarnai Atman.
Karma phala dapat digolongkan menjadi tiga macam didasarkan atas waktu sesuai dengan saat dan kesempatan dalam menerima hasilnya, yaitu : Sancita Kharmapala Yaitu perbuatan yang dilakukan pada kehidupan terdahulu yang hasilnya akan diterima pada kelahiran (reinkarnasi) sekarang. Karmapala tidak dapat ditentukan kapan dapat dinikmati atau hukuman yang harus dilaksanakan. Apakah pada saat reinkarnasi pertama, kedua, ketiga dan seterusnya karena reinkarnasi tidak mempunyai batas waktu. Raja Destarata mendapat hukuman buta matanya setelah reinkarnasi puluhan kali akibat dalam kehidupannya dahulu pernah membakar 100 burung dengan panahnya, tinggal induknya sendiri yang hidup. Karmapala (hukuman) ini dijalankan raja Destarata setelah ratusan tahun lamanya. Pada saat reinkarnasi manusia akan membawa karmanya terdahulu, apakah karmanya baik atau buruk. Sebab Atman yang ada dalam kandungan dibungkus dengan karma terdahulu masih melekat dan dibawa sampai lahir dan selama hidup di dunia. Reinkarnasi dan hukum karma adalah saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lainnya. Prarabda Kharmapala Yaitu suatu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam kehidupan sekarang juga. Manusia pada umumnya selalu ingin apa yang dikerjakan saat ini dapat dinikmati hasilnya saat ini juga karena manusia kadang-kadang tidak sabar untuk menikmati hasilnya. Dalam percakapan Krisna dengan Arjuna dalam Bhagawad Gita, Krisna mengajarkan: lakukan tugasmu selalu dan sucikan segala perbuatanmu, Arjuna engkau mempunyai tugas, kerjakanlah! Tetapi jangan menikmati hasil dari pekerjaan itu. Krisna di sini tidak mengatakan bahwa tidak akan ada hasilnya. Pasti buahnya ada, tetapi buah itu bukan urusanmu, engkau tidak boleh menginginkannya. Karena itu inti ajaran Krisna adalah engkau harus mengerjakan tugasmu, namun engkau harus melakukannya tanpa membayangkan hasilnya. Kryamana Kharmapala Yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima pada kehidupan berikutnya. Manusia selalu membayangkan bahwa apa yang diperbuatnya saat ini harus memberikan hasil saat ini juga, karena manusia selalu mengharapkan hasil dari perbuatannya. Apabila kita melakukan suatu perbuatan baik atau buruk pada kehidupan sekarang yang belum sempat kita nikmati hasilnya sampai saat kita meninggal, maka hasil dari perbuatan tersebut dapat kita nikmati pada kehidupan kita berikutnya.
Dengan mengetahui ajaran ini kita didorong untuk berbuat baik. Berbuat baik ini kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Kita bekerja dengan baik karena kita yakin semua itu mengantarkan kita kepada kerahayuan.
Jiwa atau roh itu tidak selamanya di neraka ataupun di sorga, Ia lahir lagi ke dunia ini. Kelahiran kembali ke dunia ini disebut Punarbawa atau penitisan kembali (reinkarnasi). Di dalam Weda disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara (lingkaran kelahiran). Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian diikuti oleh kelahiran”. Sribhagavan uvacha :
bahuni me vyatitani janmani tava cha ‘rjuna tani aham veda sarvani na tvam vettha paramtapa.
Sri bhagawan (awatara) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak, Parantapa. Reinkarnasi memiliki hubungan yang erat dengan Karma yang mana keduanya merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Reinkarnasi dapat dikatakan sebagai kesimpulan atas semua karma yang telah didapat dalam suatu masa kehidupan. Baik buruknya karma yang dimiliki seseorang akan menentukan tingkat kehidupannya pada reinkarnasi berikutnya.
Bagaimana kelahirannya tergantung pada karma wasana-nya Kalau ia membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang yang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila ia membawa karma yang buruk ia lahir menjadi orang yang menderita. Kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri. Orang tidaklah tetap menjadi penghuni neraka atau sorga. Ia harus meningkat menjadi nirbanapada, alam kelepasan atau Moksa.Tentang penjelmaan kitab Sarasamuccaya menjelaskan:
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama. Sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari samsara dengan jalan berbuat baik. Demikian menjelma menjadi manusia. (SS 4)
Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk datang menuju sorga. Segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi itulah hendaknya dilakukan. (SS 6)
Demikianlah uraian kitab Sarasamuccaya tentang hikmah penjelmaan kita. Dengan keyakinan terhadap reinkarnasi ini dan hubungannya dengan karma, maka umat harus sadar bahwa kehidupan sekarang ini merupakan kesempatan yang baik untuk memperbaiki diri demi kehidupan yang lebih baik pada masa datang.
Bila seseorang terlepas dari ikatan dunia, ia mencapai Moksa, artinya kelepasan. Inilah tujuan terakhir pemeluk Gama Bali, yakni “Moksartham jagadhitaya ca iti dharma”, mencapai kebahagiaan semasa hidup dan saat meningal menyatu dengan Tuhan. Orang yang telah mencapai Moksa tidak lahir lagi ke dunia, karena tidak ada apapun yang mengikatnya. la telah bersatu dengan Paramatma (Atman yang tertinggi atau Sang Hyang Widhi).
Moksa adalah kebebasan dari keterikatan benda-benda yang bersifat duniawi dan terlepasnya Atman dari pengaruh maya serta bersatu kembali dengan sumber-Nya, yaitu Brahman (Hyang Widhi) dan mencapai kebenaran tertinggi, mengalami kesadarn dan kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut Sat Cit Ananda. Bila air sungai telah menyatu dengan air laut, maka air sungai akan kehilangan identitasnya. Tidak ada perbedaan lagi antara air sungai dengan air laut. Demikimanlah juga halnya Atman yang mencapai Moksa telah menyatu dengan Brahman atau Paramatman. Pada saat itulah orang mengatakan "Aham Brahma Asmi", artinya "Aku adalah Brahman".